REAKSI SAFONIFIKASI PADA MINYAK /LEMAK UNTUK MENGHASILKAN GLISEROL DAN SABUN
REAKSI SAFONIFIKASI PADA MINYAK /LEMAK UNTUK MENGHASILKAN GLISEROL DAN SABUN
I. TUJUAN
a. Untuk
mengetahui reaksi dan kondisi proses safonifikasi pada minyak/lemak.
b. Untuk
mengetahui roses safonifikasi yang terjadi pada pembuatan gliserol dan sabun
dari minyak.
c. Untuk
mengetahui perbandingan hasil gliserol dan sabun yang dihasilkan
II.
TEORI
Gliserol adalah salah satu bahan
kimia yang penting dalam industry obat-obatan, bahan makanan, kosmetik, bahan
peledak, dan lain-lain. Hingga saat ini Indonesia masih mendatangkan gliserol
dari luar negeri untuk memenuhi
kebutuhan industry didalam negeri.
Saponifikasi adalah
reaksi hidrolisis antara basa-basa alkali dengan asam lemak yang akan
menghasilkan gliserol dan garam yang disebut sebagai sabun. Asam lemak yang
digunakan yaitu asam lemak tak jenuh, karena memiliki paling sedikit satu
ikatan ganda diantara atom-atom karbon penyusunnya dan bersifat kurang stabil
sehingga sangat mudah bereaksi dengan unsure lain. basa alkali yang digunakan
yaitu basa-basa yang menghasilkan garam basa lemah seperti Naoh, Koh, Nh4oh,
k2co3 dan lainnya. Sabun, menjadi produk berasal dari garam asam karboksilat
yang tinggi .
Minyak
sayuran dan lemak hewani merupakan bahan utama untuk reaksi saponifikasi.
Trigliserida dapat diubah menjadi sabun dalam proses satu atau dua tahap. Pada
proses satu tahap, trigliserida diperlakukan dengan basa kuat yang akan memutus
ikatan ester dan menghasilkan garam asam lemak dan gliserol. Proses ini
digunakan dalam industri gliserol. Dengan cara ini, sabun juga dihasilkan
dengan cara pengendapan. Peristiwa ini disebut dengan salting out oleh
NaCl jenuh.
Dalam
reaksi saponifikasi, dikenal dengan angka saponifikasi atau angka penyabunan.
Angka penyabunan adalah jumlah basa yang diperlukan untuk dapat melangsungkan
saponifikasi terhadap sampel lemak.
Mekanisme pemutusan ikatan ester oleh basa melibatkan
reaksi kesetimbangan. Anion hidroksida menyerang gugus karbonil ester. Produk
intermediet disebut dengan ortoester.
Pemutusan alkoksida menghasilkan asam karboksilat.
Alkoksida lebih basa daripada basa konjugat dari asam karboksilat. Dengan demikian, transfer proton menjadi lebih cepat.
III.
ALAT
DAN BAHAN
a. Peralatan yang dipakai adalah :
a. Peralatan yang dipakai adalah :
·
Erlenmeyer
·
Pipet gondok
·
Gelas Ukur 100 ml
·
Labu didih leher 3
·
Thermometer
·
Pengaduk Merkuri
·
Pendingin balik
·
Statif dan Klem
·
Waterbach
·
Stop watch
·
Corong Pisah
·
Evaporator
b.
Bahan yang digunakan dalam praktek ini adalah
·
CPO
·
Stearin CPO
·
NaOH 1 N
·
HCL Pekat
·
Pewarna secukupnya
·
Pewangi secukupnya
IV CARA
KERJA
- Labu leher tiga dipasang
diatas water bath/ heating mantle yang dilengkapi thermometer
- CPO sebanyak 150 gr dimasukkan dan ditambahkan
HCL pekat 6 ml dan dipanaskan hingga suhu 700C
- Larutan NaOH 1 N ditambahkan sampai suhu 700C
sebanyak 70 gr kedalam labu
- Campuran tersebut akan mengalami reaksi
safonifikasi selama 6o menit
- Campuran dipisahkan melalui
corong pisah dan gliserol dipekatkan dengan cara evaporasi selama 60 menit
- Lapisan sabun kemudian
diberikan pewana dan pewangi
- Prosedur yang sama dilakukan
dengan menggunakan bahan stearin
- DATA
PENGAMATAN
No
|
Berat Sabun dari
CPO
|
Berat lapisan sabun
dari stearin
|
1.
|
193,65
|
215,15
|
- PERHITUNGAN
Perhitungan membuat
NaOH 1N
- PEMBAHASAN
Praktek
ini bertujuan agar mahasiswa mengetahui bagaimana reaksi dan kondisi proses
safonifikasi yang terjadi pada minyak atau lemak, mengetahui proses
safonifikasi yang terjadi pada pembuatan gliseroldan sabun dari minyak atau
lemak, serta mengetahui perbandingan hasil gliserol dan sabun yang diperoleh.
Dalam praktek ini, bahan utama yang digunakan adalah minyak CPO dan stearin.
Steari yang berbentuk padat disuhu kamar dipanaskan untuk diencerkan pada suhu 700C.
HCl yang seharusnya digunakan adalah adalah HCl pekat, namun HCl pekat tidak
ada dan hanya diganti dengan HCl biasa.
Penggantian HCl pekat
dengan HCl biasa mengakibatkan hasil yang tidak maksimal. Pada CPO disaat
campuran hasil reaksi akan dipisahkan dengan corong pisah, tidak ada yang
terpisah, bagian lapisan sabun dan gliserol tidak ada terlihat. Ini tentunya
menyebabkan pemisahan sulit dilakukan.
Campuran hasil reaksi mengental ketika didinginkan ke
suhu ruang didalam corong pisah. Pemisahan tidak bisa dilakukan karena hasilnya
tidak maksimal. Hasil yang dominan adalah sabun. Gliserol hanya sedikit dan
susah untuk dipisahkan karena sabun mengental didalam corong pisah dan
menyumbat aliran sehigga tidak bisa dipisahkan.
Begitupun dengan fraksi stearin,
campuran tidak ada terlihat ketika didinginkan. Keduanya sama-sama menggunakan
HCl biasa yang seharusnya menggunakan HCl pekat. Hasil yang diperoleh dari reksi safonifikasi dengan menggunakan
bahan stearin adalah sabun. Gliserol yang dihasilkan tidak terlihat karena
tidak bisa dipisahkan dari campuran.
Penambahan pewarna dan pewangi
pada sabunpun tidak jadi dilakukan mengingat hasil praktikum yang kurang
maksimal dan tidak memuaskan.
Berat sabun dan gliserol yang
dihasilkan dari bahan CPO adalah 193,65. Sedangkan berat sabun dan gliserol
yang dihasikan dari bahan stearin sedikit lebih banyak yakni 215,15. Praktikan
tidak bisa menghitung berat sabun dan gliserol yang sudah terpisah karena pada
prakteknya pemisahan tidak bisa dilakukan.
- KESIMPULAN
DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan
dari praktek ini adalah
1.
Pemisahan antara fasa sabun dengan
gliserol tidak bisa dilakukan karena ketika didalam corong pisah fasa sabun
sangat dominan dan mengental.
2.
Berat hasil antara sabun dan gliserol
yang dihasilkan oleh CPO dan PKO tidak terlalu berbeda jauh yakni 193.65 dan
215,15 gr.