Teknik perkembangbiakan mikroba Basillus subtilis dan Tricoderma viride
TEKNIK PERKEMBANGBIAKAN MIKROBA BACILLUS SUBTILIS DAN TRICODHERMA VIRIDE UNTUK PROSES
FERMENTASI PUPUK KOMPOS
TUGAS AKHIR
Laporan
Tugas Akhir ini dibuat dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Kelulusan
Diploma III Politeknik Kampar
Disusun
Oleh
LUSIANA
NIM 201111007
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGOLAHAN
SAWIT
POLITEKNIK KAMPAR
BANGKINANG
2014
LEMBAR PENGESAHAN
Judul
TA : Teknik
Perkembangbiakan Mikroba Bacillus subtilis dan Tricodherma viride untuk proses fermentasi pupuk kompos
Nama :
Lusiana
NIM :
201111007
Program Studi : Teknik Pengolahan Sawit
Tanggal Lulus Ujian : 09 Oktober 2014
Laporan Tugas Akhir ini dibuat dan diajukan untuk
memenuhi salah satu syarat Kelulusan Diploma III Politeknik Kampar
Dewan Penguji
Pembimbing I Pembimbing II
Nur
Asma Deli, ST., Msi Nina Veronika, ST., Msc
NRP. 110306010 NRP.
110306009
Penguji I Penguji II
Fatmayati ST., MSi
Hanifah Khairiah, S.ST
NRP. 110306005
NRP. 130809039
Mengetahui
Pembantu
Direktur I Ketua
Program Studi
Bidang Akademik
dan Kemahasiswaan Teknik
Pengolahan Sawit
Fenti Kurnia Oktorina ST., MSc Nur
Asma Deli, ST., Msi
NRP. 110306006 NRP.
110306010
LEMBAR
PERSEMBAHAN
Puji
syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Tugas Akhir ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1.
Ibu Nur Asma Deli dan
Ibu Nina Veronika selaku pembimbing Tugas Akhir.
2.
Ibu Safni Marwa, ST,.
MSc selaku Direktur Politeknik Kampar.
3.
Ibu Nur Asma Deli
selaku Ketua Program Studi Teknik Pengolahan Sawit.
4.
Ayahanda dan Ibunda
tercinta yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan baik moral maupun
material.
5.
Seluruh anggota
keluarga yang selalu memberikan motivasi dan semangat hingga selesainya Tugas
Akhir ini.
6.
Teman-teman saya Putra,
Syamsul, Dodi, Jerry, Anjai, Kiky, Fizon, Ryan, Eko, Abi, Kevin dan Sukri yang
telah banyak memberikan semangat dan motivasi nya.
Penyusun
menyadari bahwa hasil penelitian ini belum sempurna. Oleh karena itu penyusun
mengharapkan kritik dan saran yang
membangun. Penyusun juga sangat mengharapkan agar penelitian ini dapat
dilanjutkan dengan variabel – variabel lain sehingga dapat menyempurnakan
penelitian ini.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya berkat, rahmat dan
karuniaNya penyusun dapat menyelesaikan laporan penelitian ini dengan judul “
Produksi Biodiesel Dari Biji Karet Secara In-Situ
”. Laporan ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan
di Laboratorium Penelitian Jurusan Teknik Pengolahan Sawit, Politeknik Kampar.
Laporan penelitian ini disusun bertujuan untuk memenuhi persyaratan
akademis pada Jurusan Teknik Pengolahan Sawit, untuk memperoleh gelar Diploma
3.
Selama penelitian dan penyusunan laporan, penyusun banyak mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka,
pada kesempatan ini penyusun ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1.
Ibu Nur Asma Deli, ST., MSi,
selaku Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, motivasi, pengarahan,
saran dan koreksi selama penelitian berlangsung dan dalam penyusunan Tugas
Akhir ini.
2.
Ibu Nina Veronika ST.,MSc, selaku
pembimbing II yang telah memberikan motivasi, pengarahan, saran dan koreksi
dalam penyusunan Tugas Akhir ini.
3.
Orang tua tercinta serta saudara
tersayang atas do’a dan segenap dukungannya.
4.
Teman – teman angkatan 2009
Jurusan Teknik Pengolahan Sawit Politeknik Kampar khususnya Fera Fatmulya Sari,
Eva Susanti, dll yang membantu dan
memberi semangat dalam penyelesaian penelitian dan Tugas Akhir.
5.
Semua pihak yang telah membantu dalam kelancaran penelitian
ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Penyusun menyadari bahwa hasil penelitian ini belum sempurna. Oleh karena
itu penyusun mengharapkan kritik dan
saran yang membangun. Penyusun juga sangat mengharapkan agar penelitian ini
dapat dilanjutkan dengan variabel – variabel lain sehingga dapat menyempurnakan
penelitian.
Akhirnya penyusun berharap semoga laporan riset ini dapat memberikan
manfaat bagi kita semua terutama dalam penyelesaian masalah krisis energi di
Indonesia.
Bangkinang,
September 2008
ABSTRAK
NUR
ISTIQOMAH. Produksi Biodiesel dari Biji Karet
secara in situ. Dibimbing oleh NUR ASMA DELI dan NINA VERONIKA.
Penggunaan
minyak biji karet sebagai sumber bahan baku pembuatan biodiesel memiliki
potensi yang cukup besar karena Kabupaten Kampar memiliki kebun karet yang
sangat luas dan menghasilkan karet sepanjang tahun. Proses
pengolahan sumber minyak atau lemak menjadi biodiesel di atas dikenal dengan
metode konvensional. Saat ini, mulai berkembang pemikiran untuk membuat proses
yang telah ada menjadi lebih efisien. Salah satu caranya adalah dengan
menggabungkan proses ekstraksi dan konversi bahan menjadi biodiesel
(esterifikasi) menjadi satu. Proses ini dikenal sebagai proses in situ. Proses pembuatan biodiesel dari biji
karet secara in-situ dilakukan
melalui reaksi esterifikasi dan transesterifikasi. Proses
ini bertujuan untuk menentukan kondisi optimum proses pembuatan biodiesel dari
minyak biji karet, menganalisa karakteristik biodiesel yang dihasilkan,
seperti: Viskositas, Densitas, Bilangan Asam, dan Bilangan Penyabunan.
Karakteristik biji karet yang dihasilkan adalah 3,09% kadar air, 47,3% kadar
lemak, dan 20,38% kandungan ALB. Faktor yang menyebabkan tidak diperolehnya
metil ester dan ALB <2% pada proses esterifikasi in-situ adalah waktu reaksi, pengadukan dan katalisator. Pada proses transesterifikasi, terjadi reaksi penyabunan disebabkan
tingginya kandungan ALB dan kandungan air.
Kata Kunci: Biodiesel, Biji Karet, in situ, Esterifikasi dan
Transesterifikasi.
DAFTAR
ISI
Halaman
HALAMAN
JUDUL.............................................................................................. i
LEMBAR
PENGESAHAN................................................................................. ii
LEMBAR
PERSEMBAHAN.............................................................................. iii
KATA
PENGANTAR......................................................................................... iv
ABSTRAK............................................................................................................ vi
DAFTAR
ISI........................................................................................................ vii
DAFTAR
TABEL................................................................................................ ix
DAFTAR
GAMBAR............................................................................................ x
DAFTAR
LAMPIRAN........................................................................................ xi
BAB
I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
1.1
Latar Belakang...................................................................................... 1
1.2
Perumusan Masalah............................................................................... 2
1.3
Tujuan Penelitian................................................................................... 2
1.4
Batasan Masalah................................................................................... 3
BAB
II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 4
2.1 Biji Karet
............................................................................................. 4
2.2 Minyak Biji Karet.................................................................................. 5
2.3 Biodiesel................................................................................................ 7
2.4 Proses Pembuatan Biodiesel.................................................................. 9
2.4.1
Esterifikasi................................................................................... 9
2.4.2
Transesterifikasi......................................................................... 10
2.4.3
Proses in situ............................................................................... 12
2.5 Faktor yang Mempengaruhi Proses Pembuatan
Biodiesel.................... 12
2.6 Standar Mutu Biodiesel........................................................................ 13
BAB
III METODE PELAKSANAAN.............................................................. 17
3.1 Bahan.................................................................................................... 17
3.2 Alat....................................................................................................... 17
3.3 Waktu Pelaksanaan............................................................................... 17
3.4 Metode Penelitian................................................................................. 17
3.5 Langkah Percobaan.............................................................................. 18
3.6 Bagan Langkah Percobaan................................................................... 20
BAB
IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................ 21
4.1 Karakteristik Biji Karet........................................................................ 21
4.1.1
Analisa Kadar Air...................................................................... 21
4.1.2
Analisa Kadar Lemak................................................................ 21
4.1.3
Analisa Kadar Asam Lemak Bebas (ALB)................................ 22
4.2 Esterifikasi in situ................................................................................. 22
4.3 Transesterifikasi.................................................................................... 25
BAB
V PENUTUP.............................................................................................. 26
5.1 Kesimpulan........................................................................................... 26
5.2 Saran..................................................................................................... 26
DAFTAR
PUSTAKA ........................................................................................ 27
LAMPIRAN......................................................................................................... 30
DAFTAR TABEL
TABEL Halaman
1. Sumber
Minyak Nabati....................................................................................... 6
2. Kandungan
Asam Lemak Minyak Biji Karet...................................................... 7
3. Standar
Mutu Biodisel Alkyl Ester sesuai SNI 04-7182-2006………………...15
4. Perolehan
Produk Esterifikasi in situ................................................................. 22
5. Hasil
Alkyl Ester dan Kadar ALB.................................................................... 24
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR Halaman
1. Proses
Dasar Pembuatan Biodiesel..................................................................... 9
2. Reaksi
Esterifikasi............................................................................................. 10
3.
Reaksi
Transesterifikasi..................................................................................... 11
4.
Bagan
Langkah Percobaan................................................................................. 20
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN Halaman
1. Analisa Kadar Air Biji Karet............................................................................ 30
2. Analisa
Kadar Lemak Biji Karet....................................................................... 31
3.
Analisa
Kadar Asam Lemak Bebas Biji Karet.................................................... 32
4.
Perhitungan
Kadar Asam Lemak Bebas Esterifikasi........................................... 33
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Peningkatan
luas perkebunan kelapa sawit telah mendorong tumbuhnya industri-industri
pengolahan, diantaranya pabrik minyak kelapa sawit (PMKS) yang menghasilkan CPO. PMKS hanya menghasilkan 25-30
% produk utama berupa Crude Palm Oil (CPO) dan 5-7 % inti sawit (kernel). Sementara sisanya sebanyak 70-75% adalah residu hasil pengolahan berupa
limbah. Limbah PMKS dapat digolongkan
kedalam tiga jenis yaitu limbah cair, limbah padat, dan limbah gas yang dapat mencemari
lingkungan. Jumlah limbah cair yang dihasilkan oleh PMKS berkisar antara
600-700 liter/ton tandan buah segar (TBS). Limbah ini merupakan sumber
pencemaran yang potensial bagi manusia dan lingkungan, sehingga pabrik dituntut
untuk mengolah limbah melalui pendekatan teknologi pengolahan limbah (end of
the pipe). Bahkan sekarang telah
digulirkan paradigma pencegahan pencemaran (up of the pipe) (Novaviro, 2008).
Salah satu penelitian telah dilaksanakan selain bertujuan untuk menekan dampak negatif limbah terhadap
manusia dan lingkungan, juga agar limbah tersebut dapat dimanfaatkan secara
maksimal dan tidak menimbulkan sampah (the zero waste concept) sehingga
memberikan nilai tambah. Diantara upaya tersebut adalah pemanfaatan limbah PMKS sebagai bahan baku pembuatan pupuk kompos. Kompos merupakan
pupuk organik buatan manusia yang dibuat dari proses pembusukan sisa-sisa
buangan mahluk hidup (tanaman maupun hewan). Kompos tidak hanya menambah unsur
hara, tetapi juga menjaga fungsi tanah sehingga tanaman dapat tumbuh dengan
baik (Yuwono, 2005).
Penggunaan pupuk kimia
dan pestisida yang berlebihan akan semakin merusak kondisi kesuburan tanah. Untuk
mengantisipasi keadaan tersebut, para petani mulai menyadari bahwa penggunaan
pupuk organik perlu dipertimbangkan karena pupuk organik mempunyai beberapa
kelebihan diantara nya dapat memperbaiki struktur tanah dan
meningkatkan jumlah makhluk hidup (mikroba) di dalam tanah yang mampu membantu
pertumbuhan tanaman, serta dapat memperkaya unsur hara tanah. Hal
itulah yang memacu para ahli mengupayakan produk-produk untuk mempercepat
proses pengomposan. Proses
pengomposan secara manual membutuhkan waktu yang relatif lama yaitu sekitar 2-3
bulan. Sehingga perlu penambahan mikroba untuk mempercepat proses pengomposan. Salah satu cara nya dengan memanfaatkan mikroba pemicu tumbuh tanaman
seperti Bacillus
subtilis dan Trichodherma Viride (Tilak et al, 2005)
Bacillus subtilis merupakan bakteri yang mampu menguraikan selulosa sehingga bahan
organik dapat terurai lebih cepat.
Kemampuan ini memberikan dampak yang positif, yaitu proses pengomposan atau
pembuatan kompos menjadi lebih cepat (lebih kurang 1 bulan) dan kompos yang
dihasilkan dalam keadaan matang sehingga penggunaannya tidak berbahaya. Pemberian Bacillus subtilis
langsung ke tanah dapat mengembalikan kesuburan dan kesehatan tanah sehingga
unsur hara dalam tanah menjadi
seimbang. Hal ini dapat terjadi karena bahan organik dalam tanah yang belum
terurai akan cepat terurai (Tjitrosoepomo 1994).
Trichoderma
viride merupakan kelompok jamur selulolitik yang dapat
menguraikan glukosa dengan menghasilkan enzim kompleks selulase. Enzim ini
berfungsi sebagai agen pengurai yang spesifik untuk menghidrolisis ikatan kimia
dari selulosa dan turunannya. Biakan jamur Trichoderma
dalam media aplikatif dapat berfungsi sebagai biodekomposer, yaitu dapat
mendekomposisi limbah organik menjadi kompos yang bermutu (Sri 1991).
Oleh karena itu penulis merasa penting untuk melakukan penelitian mengenai
teknik perkembangbiakan mikroba Bacillus subtilis dan Trichoderma
viride untuk proses fermentasi pupuk kompos.
1.2
Perumusan Masalah
Limbah pabrik kelapa
sawit yang melimpah berpotensial
untuk dijadikan sebagai bahan baku pembuatan pupuk kompos. Proses pengomposan
secara manual membutuhkan waktu yang relatif lama yaitu sekitar 2-3 bulan.
Sehingga perlu penambahan mikroba untuk mempercepat proses pengomposan. Media yang digunakan adalah PDB
(Potato Dextrose Broth), TSB (Trypstic Dextrose Broth), dan MSK (Mollases,
Soybean Meal, KH2PO4 ). Selain itu,
mikroba tersebut juga dapat meningkatkan daya tahan tanaman terhadap
serangan penyakit. Mikroba yang ditambahkan adalah Bassillus Subtillis dan Tricodherma
Viride.
1.3
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui
teknik mengembangbiakan bakteri Bacillus
subtilis
2. Mengetahui
teknik mengembangbiakan jamur Tricodherma
viride
3. Mengetahui
pengaruh penambahan mikroba Bacillus
subtilis dan Tricodherma viride terhadap
pupuk kompos
1.4
Batasan Masalah
Batasan masalah pada
penelitian ini adalah :
1. Mikroba
yang dikembangbiakan yaitu Bassillus
Subtillis dan Tricodherma Viride.
2. Media
yang digunakan terdiri dari PDB (Potato
Dextrose Broth), TSB (Trypstic Soy
Broth) dan MSK (Mollases Soybean KH2PO4).
3. Persiapan
mikroba sebanyak 100L yang dikembangkan secara bertahap yaitu dimulai dari 100
ml, 1 L, 10 L dan 100L.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Limbah
Pabrik Kelapa Sawit (PKS)
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas unggulan yang berkembang
sangat pesat di Indonesia dan memberikan kontribusi penting dalam pembangunan
ekonomi. Meningkatnya permintaan kelapa sawit dalam bentuk minyak nabati
mendorong pemerintah Indonesia untuk memacu pengembangan areal perkebunan kelapa
sawit (Sari, 2008). Meningkatnya perkembangan industri kelapa sawit sejalan
dengan meningkatnya limbah pabrik kelapa sawit (PKS). Oleh karena itu
diperlukan metode penanganan limbah kelapa sawit yang tepat dan optimal untuk
diterapkan, agar limbah kelapa sawit yang terus meningkat dapat diatasi dengan
baik, dengan mengolah kembali limbah sehingga dampak negatif yang ditimbulkan
limbah dapat diminimalkan. Limbah yang dihasilkan dari produksi kelapa sawit
diantaranya adalah limbah cair dan limbah padat.
2.1.1 Limbah Cair
Limbah
cair kelapa sawit digunakan sebagai pupuk. Metode aplikasi limbah cair yang
umumnya digunakan adalah sistem flatbed, yaitu dengan mengalirkan limbah
melalui pipa yang dialirkan ke parit. Limbah cair pabrik kelapa sawit telah
banyak digunakan di perkebunan kelapa sawit baik perkebunan negara maupun
perkebunan swasta. Penggunaan limbah cair mampu meningkatkan produksi TBS
16-60%. Limbah cair tidak menimbulkan pengaruh yang buruk terhadap air tanah di
sekitar areal aplikasinya (Hidayanto, 2007).
2.1.2 Limbah Padat
Limbah
padat umumnya digunakan untuk sumber pakan ternak, selain sumber pakan ternak
dapat juga digunakan sebagai pupuk organik tanaman kelapa sawit. Volume sumber
limbah padat di perkebunan kelapa sawit cukup besar, berasal dari daun,
pelepah, dan tandan. Keberhasilan pengembangan peternakan sangat ditentukan
oleh penyediaan pakan ternak (Djaenudin, et al., 1996). Ketersediaan pakan akan
menentukan keberlanjutan usaha peternakan pada suatu wilayah. Negara Indonesia
merupakan sumber pakan ternak yang cukup banyak variasinya, antara lain dari
pelepah sawit, dan tandan sawit.
Setiap
produk limbah cangkang sawit, 12 persennya dimanfaatkan sebagai pakan ternak,
dan sisanya diproses dijadikan kompos untuk pemupukan kelapa sawit. Pembuatan
kompos sebagai sumber pupuk, dengan cara memanfatkan tandan sawit ditambah
dengan kotoran sapi (Deva et al., 2010). Salah satu limbah yang dihasilkan dari
produksi kelapa sawit diantaranya adalah tandan kosong kelapa sawit. Menurut
Ditjen PPHP Departemen Pertanian (2006), tandan kosong kelapa sawit umumnya
dapat langsung dibuang ke lingkungan atau dimanfaatkan tanpa harus diolah
terlebih dahulu. Tandan kosong kelapa sawit biasanya dimanfaatkan sebagai mulsa
di lahan perkebunan yang berfungsi sebagai penambah nutrisi tanah dan membantu
mengurangi dampak yang kurang baik terhadap pertumbuhan tanaman serta produksi
pada saat kemarau. Tingkat polusi lingkungan telah dapat diminimalisir setelah
pelarangan pembakaran tandan kelapa sawit kosong. Manfaat perkebunan kelapa
sawit yang sudah banyak dirasakan oleh peternak terutama adalah potensi hijauan
yang tumbuh sebagai gulma di areal tanaman sawit.
Limbah
kebun sawit yang cukup potensial bagi produksi ternak adalah pelepah dan daun
tanaman sawit yang oleh perusahaan dibuang setiap pemanenan tandan buah sawit.
Kebun sawit dapat menghasilkan limbah pelepah sebesar 10,5 ton/Ha Limbah kelapa
sawit dapat digunakan sebagai pakan tambahan sumber energi dan protein. Harga
limbah kelapa sawit umumnya masih relatif sangat murah. Namun dalam
pemanfaatannya perlu dicermati kandungan nutrisi dan bentuk fisiknya yang dapat
mempengaruhi pemanfaatan dan nilai ekonominya, seperti: pelepah atau daun sawit
banyak mengandung serat kasar dan lignin (Deva et al., 2010). Sistem produksi
peternakan, disamping kualitas bibit, pakan merupakan komponen utama yang
menentukan tingkat produktivitas dan kualitas produk yang dihasilkan.
2.2 Peranan Mikroba dalam
pembuatan Pupuk Kompos
Peranan Mikroba dalam pembuatan pupuk kompos sebagai penghancur
(dekomposer) yang berkemampuan tinggi, sehingga dapat mempersingkat proses
dekomposisi bahan organik dari beberapa bulan menjadi beberapa minggu. Selain
itu, mikroba dapat
berperan juga sebagai
pengendali penyakit tanaman apabila di aplikasikan ke tanah tempat
tumbuh tanaman, menekan
mikroba tular tanah patogen melalui interaksi kompetisi, memproduksi zat pengatur tumbuh
yang dapat meningkatkan perkembangan sistem perakaran tanaman (Sharma 2002).
2.2.1 Peran
Mikroba Tanah Dalam Penyediaan dan Penyerapan Unsur Hara
Tanaman dapat
menyerap unsur hara melalui akar atau melalui daun. Sebagian besar unsur hara
diserap dari dalam tanah. Unsur hara tersebut dapat tersedia di sekitar akar
tanaman melalui aliran massa, difusi dan intersepsi akar. Sistem perakaran
sangat penting dalam penyerapan unsur hara karena sistem perakaran yang baik
akan memperpendek jarak yang ditempuh unsur hara untuk mendekati akar tanaman.
Bagi tanaman yang sistem perakarannya kurang berkembang, peran akar dapat
ditingkatkan dengan adanya interaksi simbiosis dengan Jamur mikoriza (Douds and Millner, 1999).
Selain itu menurut Lugtenberg dan Kravchenko (1999) mikroba
tanah akan berkumpul di dekat perakaran tanaman (rhizosfer) yang menghasilkan eksudat akar dan serpihan tudung akar
sebagai sumber makanan mikroba tanah. Bila populasi mikroba di sekitar
rhizosfir didominasi oleh mikroba yang menguntungkan tanaman, maka tanaman akan
memperoleh manfaat yang besar dengan hadirnya mikroba tersebut. Tujuan tersebut
dapat tercapai hanya apabila kita menginokulasikan mikroba yang bermanfaat
sebagai inokulan di sekitar perakaran tanaman.
2.3 PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria)
PGPR adalah bakteri sekitar perakaran
yang dapat memacu pertumbuhan tanaman dan juga merupakan agens (Mikroba)
pengendali hayati yang menguntungkan bagi tumbuhan. Bakteri ini hidup di
sekitar perakaran ( Rhizosper). PGPR
yang bersumber pada akar rumpun bambu,
rumput gajah yang mengandung bakteri Pseudomonas
Flourenscens, Bacillus Polymixa
mampu mamacu pertumbuhan tanaman dengan cara mero mbak dan mengurai
bahan organik (dekomposisi bahan organik) menjadi nutrisi tanaman. Berdasarkan defenisi,
rizobakteri adalah kelompok bakteri rizosfir yang memiliki kemampuan
mengkolonisasi rizosfir secara agresif, dan rizobakteri yang memberi keuntungan
bagi tanaman dikenal dengan PGPR
(Kloepper dan schroth 1978 ).
Berbagai jenis bakteri telah digolongkan
sebagai PGPR. Sebagian besar dikelompokkan sebagai gram negatif dengan jumlah
strain paling banyak dari genus Pseudomonas
dan beberapa dari genus Serratia,
genus Azotobacter, Azospirilium,
Acetobacter, Bulkhordelia, Bacillus (Glick 1995). Sebagian besar Bacillus gram positif tidak tergolong
pengkoloni akar, beberapa strain tertentu dari genus ini ada yang mampu
melakukannya, sehingga bisa digolongkan sebagai PGPR.
2.4 Teknik
Perkembangbiakan Mikroba
Inokulasi
adalah pemindahan bakteri dari medium lama ke medium yang baru dengan
menggunakan loop atau spereeder. Alat- alat yang akan digunakan harus dalam
keadaan steril. Hal ini untuk menghindari terjadinya kontaminasi, yaitu
masuknya mikroba lain yang tidak diinginkan sehingga biakan yang tumbuh di
dalam medium adalah benar-benar biakan murni. Kerap kali bakteri patogen
kedapatan bersama-sama dengan bakteri saprofit (Dwidjoseputro, 1990). Ruang
tempat penanaman bakteri harus bersih dan keadannya harus steril agar tidak
terjadi kesalahan dalam pengamatan atau percobaaan. Inokulasi dapat dilakukan
dalam sebuah kotak kaca yang biasa disebut sebagai laminar air flow ataupun dalam ruangan yang terjaga
kesterilannya (Pelczar, 1986). Ada beberapa metode yang digunakan untuk
mengisolasi biakan murni mikroorganisme yaitu:
2.4.1 Metode Gores
Teknik ini lebih menguntungkan jika ditinjau dari sudut
ekonomi dan waktu, tetapi memerlukan keterampilan-keterampilan yang diperoleh
dengan latihan. Penggoresan yang sempurna akan menghasilkan koloni yang
terpisah. Inokulum digoreskan di permukaan media agar nutrien dalam cawan petri
dengan jarum pindah (lup inokulasi). Di antara garis-garis goresan akan
terdapat sel-sel yang cukup terpisah sehingga dapat tumbuh menjadi koloni. Cara
penggarisan dilakukan pada medium pembiakan padat bentuk lempeng. Bila
dilakukan dengan baik teknik inilah yang paling praktis. Dalam pengerjaannya
berbeda pada masing-masing laboratorium tapi tujuannya sama yaitu untuk membuat
goresan sebanyak mungkin pada lempeng medium pembiakan.
2.4.2 Metode Tebar
Setetes
inokolum diletakan dalam sebuah medium agar nutrien dalam cawan petridish dan
dengan menggunakan batang kaca yang bengkok dan steril. Inokulasi itu
disebarkan dalam medium batang yang sama untuk digunakan menginokulasikan
pinggan kedua dengan menjamin penyebaran bakteri yang merata dengan baik. Pada
beberapa pinggan akan muncul koloni yang
terpisah-pisah.
2.4.3 Metode Tuang
Isolasi
menggunakan media cair dengan cara pengenceran. Dasar melakukan pengenceran
adalah penurunan jumlah mikroorganisme sehingga pada suatu saat hanya ditemukan
satu sel di dalam tabung.
2.4.4 Metode Tusuk
Metode
tusuk yaitu dengan dengan cara meneteskan atau menusukan ujung jarum ose yang
didalamnya terdapat inokolum, kemudian dimasukkan ke dalam media.
2.4.5 Perbedaan
Inokulasi Jamur dan Bakteri
Inokulasi jamur
menggunakan jarum ose bentuk batang. Hifa yang berbentuk seperti benang mudah
diambil dengan jarum ose batang dan mudah sekali tumbuh di dalam suatu media. Sedangkan Inokulasi bakteri menggunakan
jarum ose bentuk bulat. Pada ujung jarum ose yang berbentuk bulat, bakteri akan
dapat terambil dalam jumlah yang relatif banyak (Rohimat, 2002).
2.5 Bacillus Subtilis
Bacillus
subtilis berbentuk
sel batang dengan ukuran 0,3-2,2 um x 1,2-7,0 um. Sebagian besar spesies nya
bersifat motil dengan flagel khas lateral dan membentuk endespora. Bacillus subtilis memiliki endespora
berbentuk bundar, oval dan silindris dengan ukuran 0,8 x 1,5-1,8 um (cook dan
baker 1996). Endospora terletak didalam sel serta lama pembentukannya tidak
sama pada spesies yang berbeda. Sebagai contoh beberapa spora terletak sentral
yaitu dibentuk di tengah-tengah sel, yang lain terminal yaitu dibentuk di ujung
sel, yang lain sub terminal yang dibentuk dekat ujung sel. Diameter spora dapat
lebih besar atau lebih kecil dari sel vegetatifnya (pelczar et al 1986 ).
Bacillus
subtilis merupakan bakteri Gram-positif yang berbentuk batang, dan
secara alami sering ditemukan di tanah dan vegetasi. Bacillus subtilis tumbuh
di berbagai mesophilic suhu berkisar 25-35 derajat Celsius. Bacillus
subtilis juga telah
berevolusi sehingga dapat hidup walaupun di bawah kondisi keras dan lebih cepat
mendapatkan perlindungan terhadap situasi seperti kondisi pH rendah (asam),
bersifat alkali, osmosa, atau kondisi oksidatif, dan panas atau etanol.
Bacillus
Subtilis
berpotensi
untuk
dikembangkan dalam mengendalikan berbagai penyakit tanaman. Beberapa patogen
penting yang dapat dikendalikan oleh Bacillus
Subtilis diantara nya adalah phytium sp, phytophthora sp, fusarium oxysporum, rhizoctonia solani dan
beberapa jenis patogen lainnya (asaka dan shoda 1996). Potensi Bacillus Subtilis dalam pengendalian berbagai penyakit ini dihubungkan dengan
kemampuannya memproduksi berbagai macam senyawa anti mikroba seperti subtilin, surfactin, pengycin, bacitracin, basilin, basilomisin B,
diffsidin, oksidiffsidin, lestinase subtilisin dan iturin ( Szczzech dan shoda 2006).
Pemanfaatan Bacillus Subtilis sebagai agens hayati patogen tanaman telah banyak dilakukan,
diantaranya melalui pembuatan formulasinya. Formulasi adalah campuran antara biomassa
agens hayati dan bahan-bahan yang dapat meningkatkan efektivitas dan kemampuan
hidup agens hayati. Dalam formulasi agens hayati pemilihan bahan pembawa dapat
menentukan kemampuan bertahan agens selama ditempat penyimpanan.
Beberapa spesies Bacillus Subtilis juga di kenal sebagai kelompok plant
growth promoting rhiobacteria (PGPR) karena kemampuannya menginduksi
pertumbuhan dan ketahanan tanaman. Menurut Vasudevan et al 2002 aplikasi Bacillus Subtilis pada media pembibitan padi mampu meningkatkan panjang akar dan
tunas serta mampu meningkatkan hasil panen dua kali lipat dibandingkan dengan
kontrol.
2.6 Tricodherma Viride
Trichoderma
viride merupakan kelompok jamur selulolitik yang dapat
menguraikan glukosa dengan menghasilkan enzim kompleks selulase. Enzim ini
berfungsi sebagai agen pengurai yang spesifik untuk menghidrolisis ikatan kimia
dari selulosa dan turunannya.
Kultur jamur Tricodherma Viride pada
skala laboratorium berwarna hijau yang disebabkan oleh adanya kumpulan konidia
pada ujung hifa jamur tersebut. Biakan
jamur Trichoderma dalam media aplikatif dapat berfungsi sebagai biodekomposer, yaitu dapat mendekomposisi limbah
organik (rontokan dedaunan dan ranting tua) menjadi kompos yang bermutu.
Trichoderma dapat juga digunakan sebagai biofungisida, dimana Trichoderma mempunyai kemampuan untuk
dapat menghambat pertumbuhan beberapa jamur penyebab penyakit pada tanaman
antara lain Rigidiforus lignosus,
Fusarium oxysporum, Rizoctonia solani, Sclerotium rolfsii, dll (Setyowati 2003).
Saat ini, Trichoderma viride termasuk salah satu
mikroorganisme fungsional yang dikenal luas sebagai pupuk biologis tanah. Pupuk
biologis Trichoderma viride dapat
dibuat dengan inokulasi biakan murni pada media aplikatif, misalnya dedak.
Sedangkan biakan murni dapat dibuat melalui isolasi dari perakaran tanaman,
serta dapat diperbanyak dan diremajakan kembali pada media PDA (Potato Dextrose Agar) ( H. Bustamam 2003 ).
2.7 Medium
Medium adalah substansi yang terdiri
atas campuran zat-zat makanan (nutrien) yang dipergunakan untuk pemeliharaan
dan pertumbuhan mikroorganisme. Mikroorganisme juga merupakan mahluk hidup,
untuk memeliharanya dibutuhkan medium yang harus mengandung semua zat yang
diperlukan untuk pertumbuhannya, yaitu antara lain senyawa-senyawa organik
(protein, karbohidrat, lemak, mineral, dan vitamin). Medium digunakan untuk
melihat gerakan dari suatu gerakan mikroorganisme apakah bersifat motil atau
non motil, medium ini ditambahkan bahan pemadat 50% (Ratna
Hadietomo, 1990).
Menurut
(Pelozar. 1996) Klasifikasi medium berdasarkan fungsinya digolongkan menjadi 7
golongan, yaitu: Medium umum, media yang ditambahkan bahan-bahan yang bertujuan
menstimulasi pertumbuhan mikroba secara umum. Contoh Nutrien Agar
(NA) untuk menstimulasi pertumbuhan bakteri, Potato Dextose Agar (PDA) untuk menstimulir pertumbuhan fungi.
Medium khusus, merupakan medium untuk menentukan tipe pertumbuhan mikroba
dan kemampuannya untuk mengadakan perubahan-perubahan kimia tertentu
misalnya, medium tetes tebu untuk Saccharomyces cerevisiae. Media
diperkaya (enrichment media), media yang ditambahkan bahan-bahan
tertentu untuk menstimulasi pertumbuhan mikroba yang diinginkan. Hal ini
dilakukan untuk menstimulasi pertumbuhan mikroba yang jumlahnya sedikit dalam suatu
campuran berbagai mikroba contoh Chocolate media dan Yeast-Extract-poptasium
Nitrat Agar. Media selektif, merupakan media yang ditambahkan bahan-bahan
tertentu yang akan menghambat pertumbuhan mikroba yang tidak diinginkan yang
ada dalam suatu spesimen.
Inhibitor yang digunakan berupa
antibiotik, garam dan bahan-bahan kimia lainnya. Media differensial, merupakan
media yang ditambahkan bahan-bahan kimia atau reagensia tertentu yang
menyebabkan mikroba yang tumbuh memperlihatkan perubahan-perubahan spesifik
sehingga dapat dibedakan dengan jenis lainnya. Medium penguji (Assay medium),
yaitu medium dengan susunan tertentu yang digunakan untuk pengujian
senyawa-senyawa tertentu dengan bantuan bakteri misalnya medium untuk menguji
vitamin-vitamin, antibiotika dan lain-lain. Medium perhitungan jumlah mikroba
yaitu medium spesifik yang digunakan untuk menghitung jumlah mikroba dalam
suatu bahan, misalnya medium untuk menghitung jumlah bakteri E. coli air
sumur.
2.8 Sterilisasi
Sterilisasi merupakan suatu proses
untuk membunuh mikroorganisme sampai ke spora-sporanya, yang terdapat di dalam
alat atau bahan makanan. Proses ini dilakukan dengan cara memanaskan alat atau
bahan sampai temperatur 1210C, selama waktu 15 menit. Salah satu
contoh alat untuk melakukan sterilisasi adalah Autoklaf. Pada alat
Autoklaf ini, bahan dipanaskan sampai temperatur 1210C. Setelah
pemanasan ini, dilakukan pendinginan secara perlahan untuk menghindari over-boiling ketika
tekanan diberikan pada alat atau bahan.
2.9 Media Pertumbuhan
Mikroba
Media pertumbuhan mikroorganisme
merupakan suatu campuran zat-zat makanan atau nutrisi yang diperlukan
mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Mikroorganisme memanfaatkan nutrisi media
yang berupa molekul-molekul kecil yang dirakit untuk menyusun komponen sel.
Dengan media pertumbuhan dapat dilakukan isolat mikroorganisme menjadi kultur
murni dan juga memanipulasi komposisi media pertumbuhannya. Beberapa contoh
media yang menjabarkan komposisi serta fungsinya antara lain:
2.9.1
PDA (Potato
Dextrose Agar)
Media PDA merupakan media kompleks dan media
diferensiasi untuk pertumbuhan jamur dan yeast sehingga sering digunakan
sebagai uji untuk menentukan jumlah jamur dan yeast dengan menumbuhkan mikroba
pada permukaan sehingga akan membentuk koloni yang dapat diikat dan dihitung
(Fardiaz, 1993). Selain itu PDA juga digunakan untuk pertumbuhan, isolasi dan
enumerasi dari kapang serta khamir pada bahan makanan dan bahan lainnya.
Komposisi media PDA antara lain: 20% kentang, agar, 1 liter aquades dan 2%
peptone.
2.9.2 TSA
(Tryptic Soy Agar)
Media TSA merupakan media diferensial yang mampu mengisolasi dan
mengkultivasi mikroba yang kritis maupun yang non kritis. Komposisi dari media
ini yaitu 15 gr/L agar, 5 gr/L enzymatic digest of soybean meal, 15 gr/L pancreatic
digest of casein, dan 5 gr/L sodium chloride.
2.9.3 TSB (Tryptic
Soy Broth)
Media TSB merupakan media yang
diperkaya, fungsinya antara lain untuk isolasi dan penumbuhan bermacam
mikroorganisme. Media ini banyak digunakan untuk mengisolasi bakteri dari
spesimen laboratorium dan akan mendukung pertumbuhan mayoritas bakteri patogen.
Komposisi dari TSB antara lain 3 gr peptone
soymeal, 5 gr sodium chloride, 17
gr peptone casein, 2,5 gr dipottasium hydrogenophosphate, 2,5 gr glukosa, dan dikalium
fosfat.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian
ini dilakukan selama 3 bulan yaitu dimulai dari bulan Juli hingga
September 2014 di Unit Pengolahan
Limbah-Politeknik Kampar.
3.2
Alat
dan Bahan
Alat
dan bahan yang dibutuhkan dalam proses pengembangbiakan mikroba Trichodherma viride dan Bacillus
subtilis sebanyak 100 L di Unit Pengolahan Limbah
Cair Politeknik Kampar adalah sebagai berikut:
Alat yang digunakan antara lain:
a.
Autoclave
b. Clean bench
c. Loop
d. Spreeder
e. Silistoper
f. Shaking incubator
g. Petridish
h. Bunsen
i.
Refrigerator
j.
Hot
plate
k. Aluminium foil
l.
Auto
pippet
m. Aluminium fan
n.
Analitic
balance
Bahan yang digunakan antara lain:
a.
PDB (Potato Dextrose Broth)
b. TSB
( Trypsic Soy Broth )
c. Agar Powder
d.
MSK (Mollases, Soybean
Meal, KH2PO4 )
3.3
Prosedur Penelitian
Tahapan penelitian dimulai dari proses persiapan bibit
mikroba pada medium padat. Mikroba yang digunakan terdiri dari bakteri Bacillus
subtilis yang akan dikembangbiakan
pada media padat TSA
( Trypsic Soy Agar) serta jamur Trichodherma Viride pada
media padat PDA (Potato Dextrose
Agar). Pengembangan mikroba tersebut dilakukan secara bertahap pada medium
cair atau yang disebut dengan scale-up
method yang dimulai dari 50 ml; 500
ml; 5 L; dan 50 L untuk bakteri Bacillus
subtilis dan 50 ml; 500 ml; 5 L; dan 50 L untuk jamur Trichodherma viride.
Tahap 1. Pengembangbiakan 100 ml Mikroba yang terdiri dari:
a. 50 ml Bacillus subtilis
1. Timbang
1,2 gr TSB ke dalam erlenmeyer
2. Tambahkan
aquades 50 ml
3. Masukkan
strirer lalu aduk menggunakan hot plate
4. Setelah
homogen, keluarkan stirer dan tutup dengan aluminium foil
5. Autoclave medium dan silistoper yang telah di tutup
dengan aluminium foil pada suhu 1210 C selama 15 menit
6. Dinginkan
medium hingga suhu 30-350C
7. Inokulasi
bibit Bacillus subtilis ke dalam TSB
di kerjakan pada clean bench dengan cara mengambil single colony pada media padat menggunakan Loop steril lalu memasukkan kedalam medium TSB
8. Tutup
medium dengan silistoper, kemudian inkubasi selama 1 hari pada suhu 300
C dan putaran 130 rpm dengan menggunakan
Shaking Incubator
b. 50 ml Trichodherma viride
1. Timbang
1,2 gr PDB ke dalam erlenmeyer
2. Tambahkan
Aquades 50 ml
3. Masukkan
Strirer lalu aduk menggunakan hot
plate
4. Setelah
homogen, keluarkan stirer dan tutup dengan aluminium foil
5. Autoclave
medium dan silistoper yang telah di tutup dengan aluminium foil pada suhu 1210
C selama 15 menit
6. Dingin
kan medium hingga suhu 30-350C
7. Inokulasi
bibit Tricodherma viride ke dalam PDB
di kerjakan pada clean bench
8. Tutup
medium dengan silistoper, kemudian inkubasi selama 1 hari pada suhu 300
C dan putaran 130 rpm dengan menggunakan
Shaking Incubator
Tahap 2. Pengembangbiakan 1 L Mikroba yang terdiri dari:
a. 500 ml Bacillus subtilis
1. Timbang 12 gr
TSB ke dalam erlenmeyer
2. Tambahkan
aquades 500 ml
3. Masukkan
strirer lalu aduk menggunakan hot plate
4. Setelah
homogen, keluarkan stirer dan tutup dengan aluminium foil
5. Autoclave medium dan silistoper yang telah di tutup
dengan aluminium foil pada suhu 1210 C selama 15 menit
6. Dingin
kan medium hingga suhu 30-350C
7. Inokulasi
bibit Bacillus Subtilis
ke dalam TSB
di kerjakan pada clean bench dengan cara menuangkan 50 ml bibit Bacillus Subtilis yang telah dibuat pada
tahap sebelumnya kedalam 500 ml Bacillus Subtilis.
8. Tutup
medium dengan silistoper, kemudian inkubasi selama 1 hari pada suhu 300
C dan putaran 130 rpm dengan menggunakan
Shaking Incubator
b. 500 ml Trichodherma viride
1. Timbang
12 gr PDB ke dalam erlenmeyer
2. Tambahkan
aquades 500 ml
3. Masukkan
strirer lalu aduk menggunakan hot plate
4. Setelah
homogen, keluarkan stirer dan tutup dengan aluminium foil
5. Autoclave medium dan silistoper yang telah di tutup
dengan aluminium foil pada suhu 1210 C selama 15 menit
6. Dingin
kan medium hingga suhu 30-350C
7. Inokulasi
bibit Trichodherma
viride ke dalam PDB di kerjakan pada clean
bench dengan cara menuangkan 50 bibit
Tricodherma viride ke dalam 500 ml Tricodherma
viride
8.
Tutup medium dengan
silistoper, kemudian inkubasi selama 2 hari pada suhu 300 C dan
putaran 130 rpm dengan menggunakan Shaking Incubator
Tahap
3. Pengembangbiakan 10 L Mikroba yang terdiri dari:
a.
5 L Bacillus subtilis
1. Timbang
50 gram Mollases, 50 gram Soybean dan 15 gram KH2PO4 kedalam
Erlenmeyer
2. Tambahkan
aquades 5 L
3. Masukkan
strirer lalu aduk menggunakan hot plate
4. Setelah
homogen, keluarkan stirer dan tutup dengan aluminium foil
5. Autoclave medium dan silistoper yang telah di tutup
dengan aluminium foil pada suhu 1210 C selama 15 menit
6. Dingin
kan medium hingga suhu 30-350C
7. Inokulasi
bibit Bacillus Subtilis ke dalam MSK dengan cara menuangkan 500 ml Bacillus subtilis ke dalam 5 L Bacillus subtilis
8. Tutup
medium dengan silistoper, kemudian inkubasi selama 2 hari pada suhu 300
C dan putaran 130 rpm dengan menggunakan
Shaking Incubator
b. 5 L Trichodherma viride
1. Timbang
50 gram Mollases, 50 gram Soybean dan 15 gram KH2PO4 kedalam
Erlenmeyer
2. Tambahkan
aquades 5 L
3. Masukkan
strirer lalu aduk menggunakan hot plate
4. Setelah
homogen, keluarkan stirer dan tutup dengan aluminium foil
5. Autoclave medium dan silistoper yang telah di tutup dengan
aluminium foil pada suhu 1210 C selama 15 menit
6. Dingin
kan medium hingga suhu 30-350C
7. Inokulasi
bibit Trichodherma
viride ke dalam MSK
dengan cara menuangkan 500 ml jamur Trichodherma viride ke dalam 5 L jamur Trichodherma
8.
Tutup medium dengan silistoper,
kemudian inkubasi selama 3 hari pada suhu 300 C dan putaran 130
rpm dengan menggunakan Shaking Incubator
Tahap
4. Pengembangbiakan 100 L Mikroba yaitu:
1.
Timbang 1 kg Mollases, 1 kg Soybean dan 300 gram
KH2PO4
2. Tambahkan
aquades 100 L
3. Autoclve medium pada suhu 1210 C selama 15
menit pada Medium Tank
4. Dingin
kan medium hingga suhu 30-350C
5. Inokulasi
sebanyak 5L bibit Trichodherma viride
yang telah dibuat pada tahap sebelumnya kedalam 100 L medium baru. Lanjutkan dengan
menginokulasi 5 L bibit Bacillus Subtilis
setelah 12 jam berikutnya. Inkubasi selama 3 hari pada suhu 300
C dan putaran 130 rpm.
6. Setelah
3 hari berikutnya, mikroba sudah siap digunakan untuk pembuatan pupuk skala 1
ton
BAB
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Bibit Mikroba
Pada
penelitian teknik perkembangbiakan mikroba Bacillus
Subtilis dan Trichodherma
viride yang dilakukan di laboratorium Unit Pengolahan
Limbah Politeknik Kampar, maka diperoleh hasil sebagai berikut:
Gambar
1.Bibit Bacillus subtilis
|
Gambar
2. Bibit Trichodherma viride
|
Untuk menelaah bakteri dan jamur di
laboratorium, kita harus dapat menumbuhkan atau mengembangkan bakteri dan jamur
tersebut. Adanya pembiakan bakteri dan jamur dimaksudkan untuk memudahkan
pemeriksaan yang akan dilakukan di dalam laboratorium, sehingga jika
sewaktu-waktu kita memerlukan bakteri dan jamur untuk suatu percobaan, maka
bakteri dan jamur tersebut telah tersedia. Biakkan bakteri dan jamur tersebut
dapat disimpan di dalam lemari es untuk waktu yang lama tanpa ada kerusakan.
Namun perlu juga untuk mengembangbiakan bibit mikroba untuk mengantisipasi jika
sewaktu-waktu terjadi kontaminasi terhadap bibit yang ada. Bibit jamur harus
dikembangbiakan pada media padat PDA setiap 2 hari sekali dan bibit bakteri dikembangbiakan
pada media TSA setiap hari karena waktu hidup bakteri lebih singkat
dibandingkan waktu hidup jamur.
Pada tahapan
perkembangbiakan mikroba untuk pembuatan pupuk kompos dari limbah pabrik kelapa
sawit ini, tahapan pertama yang dilakukan adalah persiapan bibit bakteri Bacillus subtilis
(Gambar 1) dan jamur Trichodherma
viride (Gambar 2). Bibit jamur diperoleh dengan menginokulasikan biakan murni
dari Fungal Glycerol Stock dan Bacteria Glycerol Stock yaitu
biakan jamur yang dapat disimpan dalam jangka waktu 6 bulan. Fungal Glycerol
Stock dan Bacteria Glycerol Stock juga digunakan untuk mengantisipasi jika
sewaktu-waktu terjadi kontaminasi terhadap bibit yang ada. Pada gambar 1
bakteri Bacillus subtilis terlihat tumbuh dengan banyak nya koloni
tunggal berwarna putih pada media agar dan pada gambar 2 pertumbuhan jamur Trichodherma
viride terlihat dengan tumbuh nya spora berwarna putih pada hari pertama
dan menjadi warna hijau pada hari berikutnya. Hal ini menandakan bahwa bakteri Bacillus
subtilis dan jamur Trichodherma viride bisa digunakan sebagai bibit
untuk mengembangbiakan mikroba secara bertahap pada pembuatan pupuk kompos.
4.2
Biakan Bakteri Bacillus Subtilis
Gambar
3. Biakan Bacillus subtilis
|
Gambar
4.Bacillus subtilis pada media TSA
|
Teknik perkembangbiakan mikroba
untuk pembuatan pupuk skala besar 1 ton adalah dengan cara scale up methods,
yaitu perkembangbiakan secara bertahap. Tujuan dari metode ini adalah untuk
mengoptimalisasikan pertumbuhan mikroba dan menjaga mikroba agar tetap dalam
kondisi steril. Kondisi steril berarti bebas dari kontaminasi mikroorganisme
lain yang bersifat patogen/perusak. Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat
tumbuhnya mikroba lain dengan warna dan bentuk yang berbeda, misalnya tumbuhnya
jamur lain berwarna orange, merah dan lainnya. Sementara langkah yang diambil
untuk membuktikan apakah bakteri terkontaminasi atau tidak, maka kita harus
melakukan streaking terlebih dahulu pada media padat TSA. Karena sangat
sulit untuk menentukan apakah bakteri tersebut terkontaminasi atau tidak secara
kasat mata. Sehingga disetiap tahapan proses scale-up, dilakukan
pengambilan sampel biakan untuk memastikan kondisi mikroba pada saat itu.
Misalnya streaking bakteri Bacillus
subtilis pada media padat TSA dan spreading Tricodherma viride pada media padat PDA.
Bacillus subtilis yang dikembangbiakan pada media
cair TSB akan mengalami perubahan warna setelah diinkubasi selama 1 hari pada
suhu 300C. Warna media akan terlihat lebih keruh dibandingkan
sebelumnya, hal ini menunjukkan bakteri berkembang sangat cepat didalam media
tersebut. Media tersebut dapat dilihat pada (Gambar 3). Untuk mengetahui
kondisi biakan Bacillus subtilis perlu dengan melakukan streaking
pada media padat TSA lalu diinkubasi pada suhu 300C selama 1 hari.
(Gambar 4) menunjukkan hasil streaking Bacillus subtilis dimana bakteri tersebut berada dalam
kondisi steril dan berkembangbiak dengan baik. Pertumbuhan bakteri tersebut
terlihat dengan tumbuh nya banyak koloni
tunggal bulat berwarna putih pada bagian
agar yang digores dengan menggunakan loop .
4.3 Biakan Trichodherma Viride
Gambar
5. Biakan Trichodherma viride
|
Gambar
6. Trichodherma viride pada media PDA
|
Tricodherma
viride yang dikembangkan pada media cair PDB berbentuk butiran-butiran bola kecil akibat putaran yang diberikan selama masa
inkubasi jamur. Media tersebut dapat dilihat pada (Gambar 5). Untuk membuktikan biakan jamur tersebut hidup
atau tidak, maka dilakukan proses spreading
pada media padat PDA (Gambar 6).
Spreading dilakukan dengan cara mempipet sebanyak 0,2 ml biakan cair
kepermukaan media lalu diratakan dengan spreader
yang telah disterilkan dengan api. Setelah semua biakan cair merata dipermukaan
media, tutup petridish dengan parafilm lalu inkubasi selama 2-3 hari,
suhu 300C .
Berdasarkan penelitian
yang dilakukan, perkembangbiakan jamur Tricodherma
viride memerlukan waktu 2-3 hari
untuk menyebar dipermukaan media padat PDA sehingga membentuk banyak spora.
Spora tersebut awalnya berwarna putih pada hari pertama kemudian berubah
menjadi warna hijau pada hari berikutnya. Kultur jamur Tricodherma Viride pada skala laboratorium berwarna hijau yang
disebabkan oleh adanya kumpulan konidia pada ujung hifa jamur tersebut.
(Setyowati 2003).
4.4 Pengaruh Penambahan Mikroba Bacillus Subtilis dan Tricodherma viride
Penambahan Mikroba Bacillus Subtilis dan Tricodherma viride pada pupuk berfungsi sebagai biodekomposer, yaitu
dapat mendekomposisi limbah organik menjadi kompos yang bermutu sehingga dapat
mempersingkat proses dekomposisi bahan organik dari beberapa bulan menjadi
beberapa minggu. Selain itu Mikroba juga berperan sebagai pengendali penyakit
tanaman apabila di aplikasikan ke tanah tempat tumbuh tanaman, menekan mikroba
tular tanah patogen melalui interaksi kompetisi, memproduksi zat pengatur
tumbuh yang dapat meningkatkan perkembangan sistem perakarn tanaman (Sharma
2002). Trichoderma dapat juga
digunakan sebagai biofungisida, dimana Trichoderma
mempunyai kemampuan untuk dapat menghambat pertumbuhan. Beberapa jamur penyebab
penyakit pada tanaman antara lain Rigidiforus
lignosus, Fusarium oxysporum, Rizoctonia solani, Sclerotium rolfsii.
Bacillus
subtilis memiliki fungsi lain, salah satunya untuk mengontrol penyakit tanaman,
termasuk kedalamnya aplikasi pupuk dan produk yang diaplikasikasikan pada zona
akar, kompos atau pun biji. Ketika diaplikasikan secara langsung pada
biji-bijian, bakteri akan menguasai system perkembangan akar, bersaing dengan
organisme penyakit yang telah menyerang sistem akar.
Bacillus subtilis merupakan
bakteri yang berasal dari tanah yang merupakan pembunuh hama pada kebun dan
tanaman secara alami. Bacillus subtilis
bersifat aktif terhadap penyakit jamur termasuk Rhizoctonia solani, spp Phytophora, jenis Pythium, Verricillium,
Sclerotia rolfsii, busuk Fusarium mahkota, Ralstonia solanacearum dan jamur
lain yang dapat menyebabkan busuknya buah, akar dan batang.
4.5 Teknik Perkembangbiakan Mikroba
Metode yang digunakan
dalam perkembangbiakan Mikroba Bacillus
Subtilis dan Tricodherma viride yaitu
Metode Gores, Metode Tebar dan Metode Tusuk. Sedangkan Metode Tuang tidak
digunakan karena dalam perkembangbiakan mikroba Bacillus Subtilis dan
Tricodherma viride tidak menggunakan pengenceran.
4.6 Media Pertumbuhan Mikroba
Media yang digunakan
untuk pertumbuhan bakteri Bacillus
subtilis adalah media Trypsic Soybean
Agar (TSA). Media ini mengandung nutirisi yang cukup untuk pertumbuhan
bakteri. Komposisi dari media ini yaitu 15 gr/L agar, 5 gr/L enzymatic digest of soybean meal, 15 gr/L pancreatic
digest of casein, dan 5 gr/L sodium chloride.
Sedangkan media yang cocok untuk pertumbuhan jamur Tricodherma viride adalah media Potato
Dextrose Agar (PDA). Media ini mengandung nutirisi, protein dan karbohidrat
untuk pertumbuhan jamur. Komposisi dari media ini yaitu 20% kentang, agar, 1 liter aquades dan 2% peptone.
BAB
V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian
yang dilakukan di Unit Pengolahan Limbah Politeknik Kampar, dapat diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pertumbuhan
bakteri Bacillus
subtilis pada media cair TSB mengalami perubahan dengan
warna keruh dan setelah di inokulasi ke media padat TSA bakteri tersebut terlihat
dengan tumbuhnya banyak koloni tunggal bulat berwarna putih pada bagian agar
yang digores dengan menggunakan loop.
Pertumbuhan bakteri tersebut menandakan perkembangbiakan bakteri steril atau
bebas dari kontaminasi.
2. Pertumbuhan
jamur Tricodherma viride pada media
cair PDB berbentuk butiran-butiran bola kecil, sedangkan pada media padat PDA
jamur membentuk banyak spora berwarna putih pada hari pertama dan kemudian
berubah menjadi warna hijau pada hari berikutnya.
3. Penambahan
Mikroba Bacillus Subtilis dan Tricodherma viride pada pupuk berfungsi sebagai biodekomposer, yaitu dapat mendekomposisi limbah organik
menjadi kompos yang bermutu sehingga dapat mempersingkat proses dekomposisi
bahan organik dari beberapa bulan menjadi beberapa minggu.
4. Media yang digunakan untuk pertumbuhan Mikroba yaitu PDB
(Potato Dextrose Broth), TSB ( Trypsic Soy Broth ), Agar
Powder , dan MSK (Mollases, Soybean Meal, KH2PO4
).
5.2 Saran
Alat dan bahan yang
digunakan untuk mengembangbiakan mikroba sebaiknya dalam keadaan steril agar
bebas dari kontaminasi mikroorganisme lain yang dapat merusak pertumbuhan
mikroba.
DAFTAR
PUSTAKA
Douds D.D and Patricia D Millner. 1999. Biodiversity Of Arbuscular Mycorrhizal Fungi
In Agroecosystems. Agriculture, Ecosystems and Environment. Vol 74. Hal
77-93
Deva, C.,S.Martini, dan Marimin. 2010. Sistem penunjang keputusan untuk optimalisasi
pemanfaatan limbah padat kelapa sawit. J. Tek. Ind. Pert. 20(2):130-142.
Dwidjoseputro,
S., 1992, Mikrobiologi Dasar. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Glick, B.R.
1995. The enhancement
of plant growth by free-living bacteria. Can J
Microbiol 4:109-117.
Hidayanto, M. 2007. Limbah
sawit sebagai sumber pupuk organik dan pakan ternak. Seminar Optimalisasi Hasil
Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industry Olahannya sebagai Pakan Ternak.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur. Hal. 84-90.
http://triandasurbakti.wordpress.com/2011/01/05/inokulasi-mikroba-mikrobiologi/.F.G.,
1986, Air, Jakarta
Kloepper, J.W and Schroth, M.N 1078 plant growth promoting rizhobacteria as biologycal control
agents. P. 255-274 in F.B Meeting, Jr. (Ed). Soil Microbial Ecology,
application in agricultural and Environmental Management. Marcel Dekker,
Inc New York.
Lay, B., 1994. Analisis
Mikroba di Laboratorium, Raja
Grafindo Persada. Jakarta.
Lugtenberg B.J.J and Lev V Kravchenko.
1999. Tomato Seed And Root Exudate
Sugars: Composition, Utilization By Pseudomonas Biocontrol.
Muhamad, Yowono, Arief. 2005. Lingkungan: Pendidikan, Pengelolaan Lingkungan, dan Keberlanjutan
Pembangunan, Jakarta; Yayasan Institut Pendidikan dan Pelatihan Lingkungan
Jakarta.
N. Setyowati, H. Bustamam, M. Derita. Penurunan Penyakit Busuk Akar dan
Pertumbuhan Gulma pada Tanaman Selada yang Dipupuk Mikroba. 2003
Niken. Mengenal Lebih Jelas Trichoderma
Viride. 2009
Sari, E. 2008. Pembukaan
Lahan Kelapa Sawit Untuk Perbaikan Taraf Hidup Rakyat dan Isu Pemanasan Global:
Pendekatan Utilitarian Pada Agribisnis. The 2nd National Conference UKWMS.
Surabaya.
Sharma, A. K.2002. Organic farming. Central Arid Zone Research institute Jodhpur.Agrobios.
India Strains
And Role In Rhizosphere Colonization. Enviromental Microbiology. Vol 1 (5). Hal
439-446.
Tilak et al, 2005. Bakteri Rhizosfer Pemacu Pertumbuhan Tanaman. Jakarta
Tjitrosoepomo
Gembong.1994. Morfologi Mikroba. Gadjah Mada University Press.
Yogjakarta.
Volk & Wheeler, 1993, Mikrobiologi
Dasar Jilid 1 Edisi kelima, Erlangga: Jakarta.
Shetiawan, Ayu. 2013,
Laporan Pembuatan Media. Jakarta
Winarno.F.G.,
1986, Air untuk Industri Pangan, PT. Gramedia, Jakarta
Lampiran 1. Gambar
Scale-up Method
Lampiran 2. Persiapan Bibit Mikroba
A. Bacillus subtilis
a.
Pembuatan
Medium Padat TSA 200 ml (
Trypsic Soy Agar)
1.
Timbang sebanyak 4,8
gram TSB dan 4 gram Agar Powder kedalam Erlenmeyer
2.
Tambahkan 200 ml
aquades
3.
Aduk menggunakan stirer
diatas Hot Plate hingga semua bahan tercampur sempurna
4.
Tutup Erlenmeyer dengan
Aluminium Foil
5.
Sterilkan media tersebut
didalam Autoclave pada suhu 121 0C dan waktu 15 menit
6.
media sampai suhu 50-60
0C, setelah itu tuangkan media kedalam Petridish (dilakukan didalam
Clean Bench)
7.
Diamkan media 1 hari
didalam Clean Bench
b.
Proses
Inokulasi Bacillus subtilis
1.
Siapkan media padat TSA yang
telah dibuat
2.
Sterilkan loop dengan cara
membakar diatas api
3.
Celupkan Loop kedalam Bacteria
Glycerol Stock lalu gores zig-zag diatas permukaan media padat TSA
4.
Inkubasi media tersebut pada suhu
30 0C selama 1 hari
B. Trichodherma Viride
a.
Pembuatan
Medium Padat PDA 200 ml (
Potato Dextrose Agar)
1.
Timbang sebanyak 3,6
gram PDB dan 4 gram Agar Powder kedalam Erlenmeyer
2.
Tambahkan 200 ml
aquades
3.
Aduk menggunakan stirer
diatas Hot Plate hingga semua bahan tercampur sempurna
4.
Tutup Erlenmeyer dengan
Aluminium Foil
5.
Sterilkan media
tersebut didalam Autoclave pada suhu 121 0C dan waktu 15 menit
6.
Dinginkan media sampai
suhu 50-60 0C, setelah itu tuangkan media kedalam Petridish
(dilakukan didalam Clean Bench)
7.
Diamkan media 1 hari
didalam Clean Bench
b.
Proses
Inokulasi Trichodherma Viride
1.
Siapkan media padat PDA yang
telah dibuat
2.
Sterilkan Spreeder dengan cara
membakar diatas api
3.
Pipet 0,2 ml Fungal Glycerol
Stock keatas media PDA lalu ratakan menggunakan Spreeder dengan cara
diputar-putar
4.
Inkubasi media tersebut pada suhu
30 0C selama 2-3 hari
Lampiran
3. Teknik Pengembangbiakan Mikroba 100
L
Tahap 1. Pengembangbiakan 100 ml Mikroba yang terdiri dari:
a.
50 ml Bacillus subtilis
1. Timbang
1,2 gr TSB ke dalam erlenmeyer
2. Tambahkan
aquades 50 ml
3. Masukkan
strirer lalu aduk menggunakan hot plate
4. Setelah
homogen, keluarkan stirer dan tutup dengan aluminium foil
5. Autoclave medium dan silistoper yang telah di tutup
dengan aluminium foil pada suhu 1210 C selama 15 menit
6. Dinginkan
medium hingga suhu 30-350C
7. Inokulasi
bibit Bacillus subtilis ke dalam TSB
di kerjakan pada clean bench dengan cara mengambil single colony pada media padat menggunakan Loop steril lalu memasukkan kedalam medium TSB
8. Tutup
medium dengan silistoper, kemudian inkubasi selama 1 hari pada suhu 300
C dan putaran 130 rpm dengan menggunakan
Shaking Incubator
b.
50 ml Trichodherma viride
1. Timbang
1,2 gr PDB ke dalam erlenmeyer
2. Tambahkan
Aquades 50 ml
3. Masukkan
Strirer lalu aduk menggunakan hot
plate
4. Setelah
homogen, keluarkan stirer dan tutup dengan aluminium foil
5. Autoclave
medium dan silistoper yang telah di tutup dengan aluminium foil pada suhu 1210
C selama 15 menit
6. Dingin
kan medium hingga suhu 30-350C
7. Inokulasi
bibit Tricodherma viride ke dalam PDB
di kerjakan pada clean bench
8. Tutup
medium dengan silistoper, kemudian inkubasi selama 1 hari pada suhu 300
C dan putaran 130 rpm dengan menggunakan
Shaking Incubator
Tahap 2. Pengembangbiakan 1 L Mikroba yang terdiri dari:
a. 500 ml Bacillus subtilis
1. Timbang 12 gr
TSB ke dalam erlenmeyer
2. Tambahkan
aquades 500 ml
3. Masukkan
strirer lalu aduk menggunakan hot plate
4. Setelah
homogen, keluarkan stirer dan tutup dengan aluminium foil
5. Autoclave medium dan silistoper yang telah di tutup
dengan aluminium foil pada suhu 1210 C selama 15 menit
6. Dingin
kan medium hingga suhu 30-350C
7. Inokulasi
bibit Bacillus Subtilis ke dalam TSB
di kerjakan pada clean bench dengan cara menuangkan bibit Bacillus Subtilis yang telah dibuat pada tahap sebelumnya kedalam
medium baru
8. Tutup
medium dengan silistoper, kemudian inkubasi selama 1 hari pada suhu 300
C dan putaran 130 rpm dengan menggunakan
Shaking Incubator
b. 500 ml Trichodherma viride
1. Timbang
12 gr PDB ke dalam erlenmeyer
2. Tambahkan
aquades 500 ml
3. Masukkan
strirer lalu aduk menggunakan hot plate
4. Setelah
homogen, keluarkan stirer dan tutup dengan aluminium foil
5. Autoclave medium dan silistoper yang telah di tutup
dengan aluminium foil pada suhu 1210 C selama 15 menit
6. Dingin
kan medium hingga suhu 30-350C
7. Inokulasi
bibit Trichodherma
viride ke dalam PDB di kerjakan pada clean
bench dengan cara menuangkan bibit Tricodherma
viride yang telah dibuat pada tahap sebelumnya kedalam medium baru
8.
Tutup medium dengan silistoper,
kemudian inkubasi selama 2 hari pada suhu 300 C dan putaran 130
rpm dengan menggunakan Shaking Incubator
Tahap
3. Pengembangbiakan 10 L Mikroba yang terdiri dari:
a.
5 L Bacillus subtilis
1. Timbang
50 gram Mollases, 50 gram Soybean dan 15 gram KH2PO4 kedalam
Erlenmeyer
2. Tambahkan
aquades 5 L
3. Masukkan
strirer lalu aduk menggunakan hot plate
4. Setelah
homogen, keluarkan stirer dan tutup dengan aluminium foil
5. Autoclave medium dan silistoper yang telah di tutup
dengan aluminium foil pada suhu 1210 C selama 15 menit
6. Dingin
kan medium hingga suhu 30-350C
7. Inokulasi
bibit Bacillus Subtilis ke dalam MSK di
kerjakan pada clean bench
8. Tutup
medium dengan silistoper, kemudian inkubasi selama 2 hari pada suhu 300
C dan putaran 130 rpm dengan menggunakan
Shaking Incubator
b. 5 L Trichodherma viride
1. Timbang
50 gram Mollases, 50 gram Soybean dan 15 gram KH2PO4 kedalam
Erlenmeyer
2. Tambahkan
aquades 5 L
3. Masukkan
strirer lalu aduk menggunakan hot plate
4. Setelah
homogen, keluarkan stirer dan tutup dengan aluminium foil
5. Autoclave medium dan silistoper yang telah di tutup
dengan aluminium foil pada suhu 1210 C selama 15 menit
6. Dingin
kan medium hingga suhu 30-350C
7. Inokulasi
bibit Trichodherma
viride ke dalam MSK
di kerjakan pada clean bench
8.
Tutup medium dengan
silistoper, kemudian inkubasi selama 3 hari pada suhu 300 C dan
putaran 130 rpm dengan menggunakan Shaking Incubator
Tahap
4. Pengembangbiakan 100 L Mikroba yaitu:
1.
Timbang 1 kg Mollases, 1 kg Soybean dan 300 gram
KH2PO4
2. Tambahkan
aquades 100 L
3. Autoclve medium pada suhu 1210 C selama 15
menit pada Medium Tank
4. Dingin
kan medium hingga suhu 30-350C
5. Inokulasi
sebanyak 5L bibit Trichodherma viride
yang telah dibuat pada tahap sebelumnya kedalam 100 L medium baru. Lanjutkan
dengan menginokulasi 5 L bibit Bacillus
Subtilis setelah 12 jam berikutnya. Inkubasi selama 3 hari pada suhu 300
C dan putaran 130 rpm.
6. Setelah
3 hari berikutnya, mikroba sudah siap digunakan untuk pembuatan pupuk skala 1
ton
Lampiran 4. Perhitungan Kebutuhan
Media
1. PDA
200 ml
Diket
:
Aquades
= 200 ml
Ketetapan
PDB = 24 gr/L
Agar = 20 gr/L
Dit
: Jumlah PDB (gr) ?
Jumlah agar (gr) ?
Jawab
: PDB =
x 200 ml
= 4,8 gr
Agar =
x 200 ml
= 4 gr
2. TSA
200 ml
Diket
:
Aquades
= 200 ml
Ketetapan
TSB = 24 gr/L
Agar = 20 gr/L
Dit
: Jumlah TSB (gr) ?
Jumlah agar (gr) ?
Jawab
: TSB =
x 200 ml
= 4,8 gr
Agar =
x 200 ml
= 4 gr
3. PDB
50 ml
Diket
:
Aquades = 50 ml
Ketetapan
PDB = 24 gr/L
Dit
: Jumlah PDB (gr) ?
Jawab
: PDB =
x 50 ml
= 1,2 gr
4.
TSB 50 ml
Diket :
Aquades =
50 ml
Ketetapan TSB =
24 gr/L
Dit : Jumlah
TSB (gr) ?
Jawab : TSB =
x
50 ml = 1,2 gr
5. PDB
500 ml
Diket
:
Aquades = 500 ml
Ketetapan PDB = 24 gr/L
Dit : Jumlah PDB (gr) ?
Jawab : PDB =
x 500 ml
= 12 gr
6.
TSB 500 ml
Diket :
Aquades =
500 ml
Ketetapan TSB =
24 gr/L
Dit : Jumlah
TSB (gr) ?
Jawab : TSB =
x
500 ml = 12 gr
7. MSK
5 L
Diket :
Aquades =
5 L
Ketetapan Molasses = 10 gr/L
Soybean =
10 gr/L
KH2PO4 = 3
gr/L
Dit : Jumlah MSK dalam (gr)...??
Jawab :
= Molasses
x
5000 ml = 50 gr
= Soybean
x
5000 ml = 50 gr
= KH2PO4
x
5000 ml = 15 gr
8. MSK
100 L
Diket
:
Aquades = 100 L
Ketetapan
Molasses = 10 gr/L
Soybean =
10 gr/L
KH2PO4 = 3
gr/L
Dit :
Jumlah MSK dalam (gr)...??
Jawab :
= Molasses
x
100 L = 1000
gr
= Soybean
x
100 L = 1000
gr
= KH2PO4
x
100 L = 300
gr
Lampiran 5. Komposisi media yang
digunakan untuk mengembangbiakan Mikroba
Media
|
Gram/liter
|
Potato Dextrose
Broth
|
24
|
Trypstic Soy Broth
|
30
|
Agar
Powder
|
20
|
Mollasses
|
10
|
Soy bean
|
10
|
KH2PO4
|
3
|