kelapa sawit dan minyak sawit
2.2.1.
Kelapa Sawit
Tanaman
kelapa sawit (Elaesis Guinensis JACQ)
adalah tanaman berkeping satu yang termasuk dalam family palmae. Nama genus
Elaeis berasal dari bahasa yunani elaion atau minyak, sedangkan nama spesies
guinensis berasal dari kata guinea yaitu tempat dimana seorang ahli bernama
jacquin menemukan tanaman kelapa sawit pertama kali di pantai guinea.
Minyakinti
sawit dapat dihasilkan dari inti sawit dan sebagai hasil olahan samping adalah
bungkil inti sawit (palm kernel meal atau pellet).
Bungkil
inti sawit adalah inti sawit yang telah mengalami proses ekstraksi atau
pengeringan. Sedangkan pellet bubuk yang telah dicetak kecil-kecil berbentuk
bulat panjang dengan diameter kurang lebih 8 mm. selain itu bungkil sawit dapat
digunakan sebagai makanan ternak (Ketaren, 1986).
2.2.2. Minyak Sawit
minyak
sawit adalah suatu trigliserida, yaitu senyawa gliserol dengan Asam Lemak.
Sesuai dengan bentuk rantai Asam Lemaknya, minyak sawit termasuk golongan
minyak Asam Oleat-Linoleat.Minyak
sawit berwarna merah jingga karena mengandung karotenoida (terutama
β-karotena).
2.2.3. Komposisi Minyak
Sawit
Kelapa
sawit mengandung kurang lebih 80% pericarp dan 20% buah yang dilapisi kulit
yang tipis, kadar minyak dalam pericarp sekitar 34-40%. Minyak sawit adalah
lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap.Rata-rata komposisi Asam
Lemak Bebas minyak sawit dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1.2.Komposisi Asam Lemak Minyak
Sawit dan Minyak Inti Sawit.
Asam Lemak
|
Minyak Sawit (%)
|
Minyak Inti Sawit (%)
|
Asam
Kaprilat
|
-
|
3-4
|
Asam
Kaprolat
|
-
|
3-7
|
Asam
Laurat
|
-
|
46-52
|
Asam
Miristat
|
1,1-2,5
|
14-17
|
Asam
Palmitat
|
40-46
|
6,5-9
|
asam
Stearat
|
3,6-4,7
|
1-2,5
|
Asam
Oleat
|
39-45
|
13-19
|
Asam
Linoleat
|
7-11
|
0,5-2
|
Kandungan
karotena dapat mencapai 1000 ppm atau lebih, tetapi dalam minyak dari jenis
tenera kurang lebih 500-700 ppm, kandungan tokoferol bervariasi dan dipengaruhi
oleh penanganan selama produksi.(Ketaren, S. 1986)
2.2.4.
Minyak Inti Sawit
Bentuk
inti sawit bulat atau agak gepeng berwarna cokelat hitam.Inti sawit mengandung
lemak, protein, serat dan air.Pada pemakaiannya lemak yang terkandung
didalamnya (disebut minyak inti sawit) diekstraksi dan sisanya atau bungkilnya
yang kaya protein dipakai sebagai bahan makanan ternak.Kadar minyak dalam inti
kering adalah 44 – 53 %. Sifat-sifat fisik minyak inti sawit selengkapnya
adalah seperti dibawah ini :
Tabel 1.3. Sifat Fisik Minyak Inti
Sawit
Berat
jenis pada 99/15,5 oC
|
0,860
– 0,873
|
Indeks
refraksi pada 40 oC
|
1,449
– 1,452
|
Bilangan
iodium
|
14 –
22
|
Bilangan
penyabunan
|
245
-255
|
Zat
tak tersabunkan, %
|
Tak
lebih 0,8
|
Titik
lebur, oC
|
24 –
26
|
Titik
padat, oC
|
20 –
26
|
(
Mangoensoekardjo.S.,2003)
Dalam
keadaan normal, kadar ALB permulaan minyak inti sawit tidak lebih dari 0,5 %,
sedangkan pada akhir pengolahannya tidak lebih dari 1%. Dengan demikian
kenaikan kadar ALB selama dan akibat pengolahan hanya 0,5%. Jadi, pembentukan
ALB lebih banyak terjadi pada penimbunan, yaitu jika tempat penimbunannya
lembab atau kadar air inti sawit terlalu tinggi melebihi kadar air
kesetimbangan lembab nisbi udara sekitarnya (di daerah tropika 7 – 8%).
Pada
suhu tinggi inti sawit dapat mengalami perubahan warna. Minyaknya akan berwarna
lebih gelap dan lebih sulit dipucatkan. Suhu tertinggi pada pengolahan minyak
sawit adalah pada perebusan, yaitu sekitar 130 C. Suhu kerja maksimum dibatasi
setinggi itu untuk menghindarkan terlalu banyak inti yang berubah warna.
(Mangoensoekardjo.S., 2003).
Minyak
inti sawit dihasilkan dari inti buah sawit. Minyak ini tidak diproduksi oleh
perkebunan, karena hanya menghasilkan inti sawit yang merupakan bahan baku
untuk pengolahan minyak inti sawit. Minyak inti sawit memiliki rasa dan bau
yang khas.Minyak mentahnya mudah sekali menjadi tengik bila dibandingkan dengan
minyak yang telah dimurnikan.Titik lebur dari minyak inti sawit adalah berkisar
antara 25 C – 30 C (Sitinjak K, 1983).
Minyak
inti sawit merupakan trigliserida campuran, yang berarti bahwa gugus asam lemak
yang terikat dalam trigliserida – trigliserida yang dikandung lemak ini
jenisnya lebih dari satu. Jenis asam lemaknya meliputi C6 (asam
kaproat) sampai C18 jenuh (asam stearate) dan C18 tak
jenuh (Asam Oleat dan Asam Linoleat) (Winarno,FG,1991).
Minyak
inti sawit seperti juga minyak nabati lainnya adalah campuran trigliserida
yaitu hasil esterifikasi asam lemak dengan gliserol. Bila hanya satu gugus OH
yang digantikan oleh asam lemak akan terbentuk satu monogliserida. Selanjutnya
bila dua atau tiga gugus OH yang bereaksi dengan asam lemak akan menghasilkan
trigliserida. Apabila ketiga asam lemak yang berikatan dengan gliserol sama
akan terbentuk trigliserida sederhana, tapi ini jarang terjadi. Bila asam
lemaknya berbeda maka disebut trigliserida campuran.
Adapun
susunan dan sifat dari minyak sawit, inti sawit dan minyak inti sawit yang
merupakan standar mutu yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan
tahun 1989 adalah sebagai berikut :
Tabel 1.4. Standar Mutu Minyak Sawit,
Minyak Inti Sawit dan Inti Sawit
Karakteristik
|
Minyak Sawit
|
Inti Sawit
|
Minyak Inti Sawit
|
Keterangan
|
Asam
lemak bebas
|
5
%
|
3,5
%
|
2,9
%
|
Maksimal
|
Kadar
kotoran
|
0,5
%
|
0,02
%
|
0,176
%
|
Maksimal
|
Kadar
zat menguap
|
0,5
%
|
7,5
%
|
0,2
%
|
Maksimal
|
Bilangan
peroksida
|
6
meq
|
-
|
2,2
meq
|
Maksimal
|
Bilangan
iodine
|
44
– 58 mg/g
|
-
|
10,5
– 185 mg/g
|
-
|
Kadar
logam (Fe, Cu)
|
10
ppm
|
-
|
-
|
-
|
Lovibond
|
3-4
R
|
-
|
-
|
-
|
Kadar
minyak
|
-
|
47%
|
-
|
Maksimal
|
Kontaminasi
|
-
|
6%
|
-
|
-
|
Kadar
pecah
|
-
|
15%
|
-
|
Maksimal
|
( Tim
Penulis PS, 1998 ).
Minyak
inti sawit yang baik berkadar asam lemak bebas yang rendah dan berwarna kuning
terang serta mudah dipucatkan.Bungkil inti sawit yang diinginkan berwarna
relatif terang dan nilai gizi serta kandungan asam aminonya tidak berubah.
Komposisi rata-rata inti sawit dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1.5. Komposisi Rata-rata Inti
Sawit
Komposisi
|
Jumlah
|
Minyak
|
47
-52
|
Air
|
6
-8
|
Protein
|
7,5
– 9,0
|
Extractable
non nitrogen
|
23
– 24
|
Selulosa
|
5
|
Abu
|
2
|
Terdapat
komposisi inti sawit dalam hal padatan non minyak dan non protein.Bagian yang
disebut extractable non protein yang mengandung sejumlah sukrosa, gula
pereduksi dan pati, tetapi dalam beberapa contoh tidak mengandung
pati.(Ketaren, 1986).
Pemisahan
inti sawit dari tempurung berdasarkan perbedaan berat jenis antara inti sawit
dan tempurung inti dipisahkan oleh aliran air yang berputar dalam sebuah tabung
atau dapat juga dengan mengapung biji-biji yang pecah dalam larutan lempung
yang mempunyai berat jenis 6. Dalam keadaan tersebut inti sawit akan mengapung
dan tempurungnya akan tenggelam. Proses selanjutnya adalah pencucian inti sawit
dan tempurung sampai bersih.
Untuk
menghindari kerusakan akibat mikroorganisme, maka inti sawit harus segera
dikeringkan dengan suhu 80 oC.setelah kering, inti sawit dapat
diolah lebih lanjut yaitu dengan ekstraksi untuk menghasilkan minyak inti sawit
(Yan Fauzi, 2004).
2.2.5. Standar
Mutu
Standar
mutu adalah merupakan hal yang paling penting untuk menentukan minyak yang
bermutu baik.Berdasarkan peranan dan kegunaan minyak sawit tersebut maka mutu
dan kualitasnya harus diperhatikan sebab sangat menentukan harga dan nilai
komoditasnya.
Didalam
perdagangan kelapa sawit, istilah mutu sebenarnya dapat dibedakan atas dua
arti.Pertama adalah mutu minyak sawit dalam arti benar-benar murni dan tidak
bercampur dengan minyak-minyak nabati lainnya. Mutu minyak sawit dalam arti
pertama dapat ditentukan dengan menilai sifat-sifat fisiknya, antara lain titik
lebur, angka penyabunan dan bilangan iodium. Sedangkan yang kedua adalah mutu
minyak dilihat dalam arti penilaian menurut ukuran. Dalam hal ini syarat
mutunya diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu internasional yang meliputi
kadar asam lemak bebas (ALB, FFA), air, kotoran, logam, besi, tembaga,
peroksida, dan ukuran pemucatan. Dalam dunia perdagangan, mutu minyak inti
sawit dalam arti kedua lebih penting.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi mutu minyak sawit adalah adanya kandungan air, kotoran, asam
lemak bebas, bilangan peroksida dan daya pemucat. Faktor lain adalah titik
cair, kandungan gliserida padat, refining loss, plasticity, sifat
transparan, kandungan logam berat dan bilangan penyabunan (Ketaren 2008). Badan
Standar Nasional (BSN) telah menetapkan standar mutu CPO dalam SNI
01-2901-2006, yang meliputi parameter warna (jingga kemerah-merahan), kadar air
dan kadar kotoran (maksimal 0.5%), asam lemak bebas (maksimal 0.5%), bilangan
iod (50 – 55 g iod/100 g). Beberapa standar mutu CPO disajikan pada Tabel 2.4.
Tabel 1.6. Standar Mutu
CPO.
Parameter
mutu CPO
|
SNI
01-2901-2006 (1)
|
PORIM
(2)
|
Standar
mutu CPO di PKS Indonesia (3)
|
Warna
|
Jingga
kemerahan
|
-
|
-
|
Asam
lemak bebas (%)
|
0.5
maks
|
3-5
|
5
maks
|
Kadar
air dan kotoran (%)
|
0.5
maks
|
0.25
maks
|
0.25
maks
|
Bilangan
iod (g iod/100 g)
|
50-55
|
52.5
min
|
51
min
|
Karoten
(ppm)
|
-
|
600
min
|
500
min
|
DOBI
|
-
|
2.7
|
2.5
min
|
Sumber
: (1) BSN (2006), (2) PORIM (1995), (3) Ditjenbun (1997)
CPO
berperan penting dalam perdagangan dunia. Berbagai industri baik pangan maupun
non-pangan banyak yang menggunakannya sebagai bahan baku. Berdasarkan peranan
dan kegunaan CPO tersebut, maka mutu dan kualitasnya harus diperhatikan sebab
sangat menentukan harga dan nilai komoditas ini.
2.2.6. Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Mutu Minyak Sawit
Rendahnya
mutu sawit sangat ditentukan oleh banyak faktor.Faktor-faktor tersebut dapat
langsung dari 1 sifat pohon induknya, penanganan pasca panen, atau kesalahan
selama pemprosesan dan pengangkutannya. Berikut ini akan dikemukakan beberapa
hal yang secara langsung berkaitan dengan penurunan mutu minyak sawit dan
sekaligus cara pencegahannya serta standar mutu yang dikehendaki pasar.
1.
Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid)
Asam
Lemak Bebas dalam konsentrasi tinggi yang terikut dalam minyak sawit sangat
merugikan.Tingginya Asam Lemak Bebas ini mengakibatkan rendemen minyak
turun.Untuk itulah perlu dilakukan usaha pencegahan terbentuknya Asam Lemak Bebas
dalam minyak sawit.
Kenaikan
Kadar Asam Lemak Bebas ditentukan mulai dari saat tandan diolah
dipabrik.Kenaikan Asam Lemak Bebas ini disebabkan adanya reaksi hidrolisa pada
minyak.Hasil reaksi hidrolisa minyak sawit adalah gliserol dan Asam Lemak Bebas.
Reaksi ini akan dipercepat dengan adanya faktor-faktor panas, air, keasaman dan
katalis (enzim). Semakin lama reaksi ini berlangsung, maka semakin banyak Kadar
Asam Lemak Bebas yang terbentuk.
Trigliserida Air Gliserol Asam Lemak Bebas
Gambar
2.Reaksi hidrolisis minyak sawit menghasilkan Asam Lemak Bebas (Ketaren 2008).
Beberapa
faktor yang dapat menyebabkan peningkatan Kadar Asam Lemak Bebas yang relatif
tinggi dalam minyak sawit antara lain :
1. Pemanenan buah sawit yang tidak tepat
waktu.
2. Keterlambatan dalam pengumpulan dan
pengangkutan buah.
3. Pemupukan buah yang terlalu lama.
4. Proses hidrolisa selama pemrosesan di
pabrik.
Peningkatan
Kadar Asam Lemak Bebas juga dapat terjadi pada proses hidrolisa di pabrik. Pada
proses tersebut terjadi penguraian kimiawi yang dibantu oleh air dan
berlangsung pada kondisi suhu tertentu. Air panas dan uap air pada suhu
tertentu merupakan bahan pembantu dalam proses pengolahan. Akan tetapi, proses
pengolahan yang kurang cermat mengakibatkan efek samping yang tidak diinginkan,
mutu minyak menurun sebab air pada kondisi suhu tertentu bukan membantu proses
pengolahan tetapi malah menurunkan mutu minyak. Untuk itu, setelah akhir proses
pengolahan minyak sawit dilakukan pengeringan dengan bejana hampa pada suhu 90 oC.
sebagai ukuran standar mutu dalam perdagangan internasional untuk Asam Lemak Bebas
ditetapkan sebesar 5 %.
Kenaikan
Asam Lemak dapat terjadi selama pengolahan dan penyimpanan minyak sawit yang
disebabkan oleh hidrolisis autokatalitik, juga disebabkan oleh aktivitas
mikroorganisme yaitu jamur lipolitik, di antaranya adalah spesies Paecilomyces,
Aspergillus, Rhizopus dan Torula, hal ini terjadi karena minyak
diproduksi dalam keadaan kotor yang merupakan nutrisi bagi perkembangan jamur
lipolitik (Hartley 1988)
Kenaikan
Asam Lemak Bebas mempermudah proses oksidasi berantai dan pembentukan senyawa
peroksida, aldehida, keton, dan polimer. Oksidasi berantai menyebabkan penguraian
Aroma, Flavour, dan Vitamin.Pembentukan senyawa seperti Peroksida, Aldehida,
dan Keton menyebabkan bau tengik, pencoklatan minyak dan kemungkinan
menimbulkan keracunan (Ketaren 2008).
Reaksi
oksidasi dapat terjadi lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi, dan oleh karena
itu setiap operasi harus dilakukan pada suhu terendah yang masih memungkinan
proses tersebut terlaksana. Suhu yang tinggi juga mempermudah terjadinya
hidrolisis minyak menjadi Asam-asam Lemak saat terdapat air.
Asam
Lemak merupakan senyawa pembangun senyawa Lipida sederhana, Fosfogliserida,
Glikolipida, Ester, Kolesterol, lilin dan lain-lain.Semua Asam Lemak berupa
rantai hidrokarbon tak bercabang dengan ujungnya berupa gugus karboksilat.Asam
Lemak ini biasanya memiliki jumlah atom karbon genap, yaitu antara 14 sampai
22.Sedangkan Asam Lemak yang paling banyak dijumpai memiliki jumlah Atom Karbon
16 dan 18.Asam Lemak Jenuh yang paling banyak ditemukan dalam bahan pangan
adalah Asam Palmitat, yaitu 15 – 50 % dari seluruh Asam Lemak yang ada.Asam Stearat
terdapat dalam konsentrasi tinggi pada Lemak biji-bijian tanaman tropis
(Aisjah, 1993).
Asam
Lemak secara umum dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
1. Asam Lemak Jenuh adalah Asam Lemak
yang tidak memiliki ikatan rangkap (hanya memiliki ikatan tunggal) pada rantai
karbonnya.
2. Asam Lemak Tidak Jenuh adalah Asam Lemak
yang memiliki ikatan rangkap pada rantai karbonnya.
Tabel 1.7.Contoh Kadar Asam Lemak
Jenuh dan Tidak Jenuh pada Minyak Sawit, Minyak Inti Sawit dan Minyak Kelapa.
Asam Lemak
|
Jumlah Atom C
|
Minyak Sawit (%)
|
Minyak Inti Sawit (%)
|
Minyak Kelapa (%)
|
Asam
Kaproat
|
8
|
-
|
2
– 4
|
8
|
Asam
Kaprilat
|
10
|
-
|
3
– 7
|
7
|
Asam
Laurat
|
12
|
1
|
41
– 55
|
48
|
Asam
Miristat
|
14
|
1
– 2
|
14
– 19
|
17
|
Asam
Palmitat
|
16
|
32
– 47
|
6
– 10
|
9
|
Asam
Stearat
|
18
|
4
– 10
|
1
– 4
|
2
|
Asam
Oleat
|
18
: 1
|
38
– 50
|
10
– 20
|
6
|
Asam
Linoleat
|
18
: 2
|
5
– 14
|
1
– 5
|
3
|
Asam
Linolenat
|
18
: 3
|
1
|
1
– 5
|
-
|
Pembentukan
Asam Lemak Bebas pada umumnya terjadi di lapangan, sebelum buah mulai diolah
dipabrik.Faktor yang paling mempengaruhi adalah derajat kematangan
buah.Kenaikan Asam Lemak Bebas mulai dari pengolahan di pabrik sampai
dipelabuhan sebaiknya kurang dari 1 persen.Jadi Kasar Asam Lemak Bebas sangat
ditentukan oleh mutu panen yang masuk ke pabrik.Oleh karena itu, Asam Lemak Bebas
merupakan parameter terhadap mutu produksi minyak sawit (Naibaho, 1998).
2.
Kadar Air
Kadar
Air pada minyak sawit tergantung pada efektifitas pengolahan minyak tersebut
dan juga tingkat kematangan buah yang di panen.Buah yang telalu matang
mengandung jumlah air yang tinggi.
3.
Kadar Kotoran
Kadar
kotoran pada minyak sawit adalah bahan-bahan tak larut dalam minyak yang dapat
di saring setelah minyak dilarutkan dalam suatu pelarut (alkohol).
2.2.7.
Pengaruh Kadar Asam Lemak Bebas terhadap
Mutu Minyak Sawit
Kadar
Asam Lemak Bebas yang terdapat dalam CPO sangat berpengaruh terhadap mutu
minyak produksi. Kadar Asam Lemak Bebas yang tinggi selama proses pemurnian
menunjukkan kehilangan kadar minyak yang besar dan penggunaan bahan pemucat
yang besar pula. Dengan kata lain, bila Kadar Asam Lemak Bebas dalam CPO tinggi
maka biaya produksi akan tinggi sehingga akan menimbulkan kerugian bagi pabrik.
Pengaruh
Kadar Asam Lemak Bebas yang tinggi terhadap mutu minyak produksi adalah sebagai
berikut :
1.
Timbulnya ketengikan pada minyak
Ketengikan
adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan rusaknya minyak dan lemak.Pada
dasarnya ketengikan disebabkan oleh oksidasi dan hidrolisis.
2.
Meningkatkan kadar kolesterol dalam
minyak
Asam
Lemak Bebas didalam minyak kelapa sawit merupakan Asam Lemak Jenuh yang mengandung
kolesterol. Semakin besar Asam Lemak Bebas yang terdapat didalam minyak maka
akan semakin besar pula kadar kolesterolnya. Bila minyak tersebut dikonsumsi
maka kadar kolesterol dalam darah akan naik, sehingga terjadi penumpukan
lapisan lemak di dalam pembuluh darah yang menyebabkan penyumbatan pembuluh
darah. Dengan demikian akan mudah terserang penyakit jantung. (Ketaren, S,
1986).
3.
Kadar Zat Menguap dan Kotoran
Pada
umumnya, penyaringan hasil minyak sawit dilakukan dalam rangkaian proses
pengendapan yaitu minyak sawit jernih dimurnikan dengan sentrifugasi. Meskipun
Kadar Asam Lemak Bebas dalam minyak sawit kecil, tetapi hal itu belum menjamin
mutu minyak sawit. Kemantapan minyak sawit harus dijaga dengan cara membuang
kotoran dan zat menguap.
4.
Kadar Logam
Beberapa
jenis bahan logam yang dapat terikut dalam minyak sawit antara lain besi,
tembaga dan kuningan. Logam-logam tersebut biasanya berasal dari alat-alat
pengolahan yang digunakan. Mutu dan kualitas minyak sawit yang mengandung
logam-logam tersebut akan menurun. Untuk mencegah menurunnya mutu minyak sawit
dapat menggunakan semua alat yang terbuat dari Stainless Steel sebab reaksi antara Asam Lemak yang terkandung
dalam minyak sawit dengan logam akan membentuk senyawa pro-oksidan yang
membantu terjadinya reaksi oksidasi.
5.
Angka Oksidasi
Proses
oksidasi yang distimulir oleh logam jika berlangsung dengan intensif akan
mengakibatkan ketengikan dan perubahan warna (menjadi semakin gelap). Keadaan
ini jelas sangat merugikan, sebab mutu minyak sawit akan menurun. (Tim Penulis
PS, 1998).