Info Menarik Seputar Tips dan Inspirasi

Pengaruh Penggunaan EM 4 Komersil dan EM4 Kulturisasi pada Pertumbuhan Tanaman Sawi

Artikel terkait : Pengaruh Penggunaan EM 4 Komersil dan EM4 Kulturisasi pada Pertumbuhan Tanaman Sawi


BAB I PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang

Penggunaan pupuk kimia yang tidak diimbangi dengan pemberian pupuk organik dapat merusak tanah dan tidak ramah lingkungan. Pupuk kimia dan pestisida kimia yang digunakan untuk alasan produksi justru memiliki dampak yang negatif jika digunakan dalam jangka panjang. Dalam kurun waktu tertentu, hasil panen yang lebih banyak memang dapat dirasakan dan meningkat tajam. Namun, lama-kelamaan penggunaan pupuk kimia yang tidak diimbangi dengan pemberian pupuk organik dapat merusak tanah. Hal ini disebabkan karena tidak semua unsur hara dapat di serap langsung oleh tanaman, sehingga akan menjadi racun bagi mikroorganisme di dalam tanah. Hal ini mengakibatkan mikroorganisme yang berperan dalam proses penguraian tidak berkembang dan pada akhirnya proses penguraian tidak berjalan baik hingga tanah menjadi tandus (Wijhar et al, 2010).
Untuk mengatasi masalah tersebut maka perlu dilakukan pembatasan penggunaaan pupuk kimia dan bahan-bahan kimia pada tanaman dan diimbangi dengan menggunakan pupuk organik. Pupuk organik adalah pupuk yang dibuat dari bahan-bahan organik dengan menggunakan bantuan mikroorganime sebagai pengurai. Mikroorganisme bekerja untuk mengguaraikan bahan organik menjadi senyawa-senyawa organik dengan bentuk yang lebih sederhana dan dapat langsung diserap oleh tanaman (Yuniwaty, 2012).
Mahalnya harga pupuk organik yang beredar dipasaran membuat para petani enggan untuk menggunakan pupuk organik. Permasalah muncul karena kebutuhan pupuk organik yang tinggi untuk mencukupi kebutuhan lahan yang luas. Untuk mengatasi masalah biaya tersebut, Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan proses kulturisasi mikroorganisme/Effectife Mikroorganism 4   (EM4) yang terkandung didalam pupuk organik. Proses kulturisasi adalah proses perbanyakan jasad renik pada zat makanan (KBBI offline, 2014), dengan mencukupi kebutuhan zat makanan bagi mikroorganisme maka mikroorganisme akan tumbuh dan berkembangbiak secara optimal hingga dapat di aplikasikan ke lahan pertanian untuk memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Dengan peran mikroorganime berupa (EM4) didalam tanah yang optimal, maka diharapkan proses piramida makanan dapat berjalan dengan baik.

1.2         Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam pelaksanan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
a.         Bagaimana cara pengembangbiakan Mikroorganisme EM4 yang terdapat didalam Pupuk Komersil.
b.         Adakah perbedaan pengaruh penggunaan EM4 kulturisasi dengan EM4 komersil terhadap pertumbuhan tanaman sawi.

1.3         Tujuan Tugas Akhir

Tujuan pelaksanaan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
a.         Mengetahui proses kulturisasi bakteri EM4 yang terdapat didalam pupuk komersil.
b.         Mengetahui pengaruh perbedaan pengaruh penggunaan EM4 kulturisasi dengan EM4 komersil terhadap pertumbuhan tanaman sawi.

1.4         Batasan Masalah

Batasan masalah dalam pelaksanaan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
a.         Mikroorganisme yang akan dikulturisasi adalah kandungan Mikroorganisme EM4 yang terdapat pada pupuk komersil.
b.         Tanaman yang akan di amati  pertumbuhannya adalah Tanaman Sawi.
c.         Parameter yang diukur adalah jumlah pelepah, panjang pelepah dan lebar daun tanaman sawi.
d.        Tidak dilakukan pengujian kandungan bakteri pada EM4 hasil kulturisasi, pengujian dilakukan dengan membandingakan EM4 hasil kulturisasi dan EM4 komersil pada tanaman sawi.


BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.       Pemakaian Pupuk Kimia di Tanah

Pada awalnya penggunaan pupuk kimia mampu meningkatkan hasil panen, akan tetapi lama kelamaan hasil panen makin merosot dan kondisi tanah makin lama makin tidak subur. Dari berbagai penelitian yang mendalam dan memakan waktu lama akhirnya diketahui bahwa kekurangan unsur biologi salah satunya yang menyebabkan tanah semakin lama semakin tidak subur. Unsur biologi tanah dibagi menjadi dua, yaitu mikrorganisme tanah dan hormon pertumbuhan pada tumbuhan. Pupuk organik secara temporer telah meningkatkan hasil pertanian, akan tetapi keuntungan hasil panen akhirnya berkurang banyak dengan adanya penggunaan pupuk ini karena adanya sesuatu yang timbul akibat adanya pencemaran lingkungan pada lahan pertanian (Wijhar et al, 2010). 
Pencemaran kimia oleh pupuk kimia merupakan pencemaran unsur-unsur hara tamnaman. Tanah-tanah yang dipindahkan oleh erosi akibat air hujan umumnya mengandung unsur hara yang lebih tinggi daripada tanah yang ditinggalkan, karena lapisan tanah yang tererosi umumnya adalah lapisan atas yang subur. Akibat pencemaran dari pemakaian pupuk kimia yang terlalu banyak secara terus-menerus akan menyebabkan unsur hara yang ada dalam tanah menurun. Di Indonesia sendiri, sebagian besar lahan pertanian menjadi lahan kritis. Lahan pertanian yang telah masuk dalam kondisi kritis mencapai 66% dari total 7 juta hektar lahan pertanian yang ada di Indonesia. Kesuburan tanah di lahan- lahan yang menggunakan pupuk anorganik dari tahun ke tahun menurun. Keberhasilan diukur dan ditentukan dari berapa banyaknya hasil dari panen yang dihasilkan , bukan diukur dari kondisi dan keadaan tanah itu sendiri. Semakin banyak hasil panen, maka pertanian akan dianggap semakin maju (Ibid et al, 2010).

2.2.            Dampak Pupuk Kimia Terhadap Tanah

Alasan utama kenapa pupuk kimia dapat menimbulkan pencemaran pada tanah karena pada prakteknya, banyak kandungan hara yang terbuang dan menjadi residu didalam tanah karena tidak semua unsur hara dapat diserap oleh tanaman. Penggunaan pupuk buatan (anorganik) yang terus-menerus akan mempercepat habisnya zat-zat organik, merusak keseimbangan zat-zat makanan di dalam tanah, sehingga menimbulkan berbagai penyakit tanaman (Wijhar et al, 2010).
Pupuk kimia adalah zat substansi kandungan hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan,  akan tetapi seharusnya unsur hara tersebut ada di tanah secara alami dengan adanya siklus hara tanah, misalnya tanaman yang mati kemudian dimakan binatang pengerat/herbivora, kotorannya atau sisa tumbuhan tersebut diuraikan oleh organisme seperti bakteri, cacing, jamur dan lainnya. Siklus inilah yang seharusnya dijaga, jika menggunakan pupuk kimia terutama bila berlebihan maka akan memutuskan siklus hara tanah tersebut terutama akan mematikan organisme tanah, jadinya akan hanya subur di masa sekarang tetapi tidak subur di masa mendatang. Untuk itu, sebenarnya perlu dijaga dengan pola tetap menggunakan pupuk oganik bukan pupuk kimia (Ibid et al, 2010).
Dampak penggunaan pupuk kimia di tanah adalah zat hara yang terkandung dalam tanah menjadi diikat oleh molekul-molekul kimiawi dari pupuk sehingga proses regenerasi humus tak dapat dilakukan lagi. Akibatnya, ketahanan tanah atau daya dukung tanah dalam memproduksi menjadi kurang hingga nantinya tandus. Tak hanya itu penggunaan pupuk kimiawi secara terus-menerus menjadikan menguatnya resistensi hama akan suatu pestisida pertanian. Masalah lainnya adalah penggunaan Urea biasanya sangat boros, Selama pemupukan Nitrogen dengan urea tidak pernah maksimal karena kandungan nitrogen pada urea hanya sekitar 40-60% saja. Jumlah yang hilang mencapai 50% disebabkan oleh penguapan, pencucian (leaching) serta terbawa air hujan (run off). Efek lain dari penggunaan pupuk kimia juga mengurangi dan menekan populasi mikroorganisme tanah yang bermanfaat bagi tanah dan bermanfaat bagi tanaman (Ibid et al, 2010).
Lapisan tanah yang saat ini ada sudah parah kondisi kerusakannya oleh pemakaian pupuk kimia yang terus menerus dan berlangsung lama sehingga mengakibatkan (Wijhar et al, 2012) :
a.       Kondisi tanah menjadi keras
b.      Tanah semakin lapar dan haus pupuk
c.       Banyak residu pestisida dan insektisida yang tertinggal dalam tanah
d.      Mikroorganisme tanah semakin menipis
e.       Banyak Mikroorganisme yang merugikan berkembang biak dengan baik
f.       Tanah semakin miskin unsur hara baik makro maupun mikro
g.      Tidak semua pupuk dapat diserap oleh tanaman.

2.3.       Mikroorganisme dan Peranannya Dalam Tanah

Mikroorganisme adalah makhluk hidup yang berukuran sangat kecil sehingga tidak dapat dilihat dengan kasat mata. Mikroorganisme dapat disebut mikroba atau jasad renik. Tanah yang subur mengandung lebih dari 100 juta mikroorganisme per gram tanah. Produktivitas dan daya dukung tanah tergantung pada aktivitas mikroorganisme tersebut. Sebagian besar mikroorganisme tanah memiliki peranan yang menguntungkan yaitu berperan dalam menghancurkan limbah organik, siklus hara tanaman, fiksasi nitrogen, pelarut posfat, merangsang pertumbuhan, biokontrol patogen, dan membantu penyerapan unsur hara (Yatno, 2011).
Organisme tanah berperan penting dalam mempercepat penyediaan hara dan juga sebagai sumber bahan organik tanah. Mikroorganisme tanah sangat nyata perannya dalam hal dekomposisi bahan organik pada tanaman tingkat tinggi. Dalam proses dekomposisi, sisa tumbuhan dihancurkan atau dirombak menjadi unsur yang dapat digunakan tanaman untuk tumbuh.
Mikroorganisme dalam lingkungan alamiahnya jarang terdapat sebagai biakan murni. Berbagai spesimen tanah atau air boleh jadi mengandung bermacam-macam spesies cendawan, protozoa, algae, bakteri dan virus. Mikroorganisme-mikroorganisme penghuni tanah merupakan campuran populasi dari (a) protozoa seperti amoeba, flagella, ciliata, (b) bakteri (Clostridium, Rhizobium), (c) alga (ganggang) seperti alga biru, alga hijau, diatom, dan (d) jamur, terutama jamur bertingkat rendah seperti jamur lendir, berbagai ragi dan berbagai Phycomycetes dan Ascomycetes (Ibid, 2011).
Komponen-komponen anorganik maupun organik merupakan substrat atau medium yang baik bagi kehidupan mikroorganisme. Pada umumnya mikroorganisme-mikroorganisme tersebut lebih banyak terdapat di dekat permukaan tanah. Makin masuk ke dalam tanah, makin berkuranglah penghuninya. Protozoa hidup dari zat-zat organik, termasuk bakteri yang masih hidup. Alga hidup autotrof dan memperkaya tanah dengan bahan-bahan organik. Bakteri dan jamur hidup sebagai saprofit dan menghancurkan bahan-bahan organik (Sovea, 2009).

2.4.       Peranan Mikroorganisme sebagai Dekomposer

Ciri dan kandungan bahan organik tanah merupakan ciri penting suatu tanah, karena bahan organik tanah mempengaruhi sifat-sifat tanah melalui berbagai cara. Hasil perombakan bahan organik mampu mempercepat proses pelapukan bahan-bahan mineral tanah, distribusi bahan organik di dalam tanah berpengaruh terhadap pemilahan (differentiation) horison. Proses perombakan bahan organik merupakan mekanisme awal yang selanjutnya menentukan fungsi dan peran bahan organik tersebut di dalam tanah (Yatno, 2012).
Mikroorganisme perombak bahan organik ini terdiri atas fungi dan bakteri. Pada kondisi aerob, mikroorganisme perombak bahan organik terdiri atas fungi, sedangkan pada kondisi anaerob sebagian besar perombak bahan organik adalah bakteri. Fungi berperan penting dalam proses dekomposisi bahan organik untuk semua jenis tanah. Fungi toleran pada kondisi tanah yang asam, yang membuatnya penting pada tanah-tanah hutan masam. Sisa-sisa pohon di hutan merupakan sumber bahan makanan yang berlimpah bagi fungi tertentu mempunyai peran dalam perombakan lignin (Ibid, 2012)..
Nitrogen (N) harus ditambat oleh mikroba dan diubah bentuknya menjadi tersedia bagi tanaman. Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis dan ada pula yang hidup bebas. Mikroba penambat N simbiotik antara lain Rhizobium sp. Mikroba penambat N non-simbiotik misalnya Azospirillum sp dan Azotobacter sp. Mikroba penambat N simbiotik hanya bisa digunakan untuk tanaman leguminose saja, sedangkan mikroba penambat N non-simbiotik dapat digunakan untuk semua jenis tanaman (Ibid, 2012).
Mikroba tanah lainnya yang berperan di dalam penyediaan unsur hara adalah mikroba pelarut fosfat (P) dan kalium (K). Tanah pertanian umumnya memiliki kandungan P cukup tinggi (jenuh). Namun, unsur hara P ini sedikit/tidak tersedia bagi tanaman karena terikat pada mineral liat tanah. Di sinilah peranan mikroba pelarut P, mikroba ini akan melepaskan ikatan P dari mineral liat dan menyediakannya bagi tanaman. Banyak sekali mikroba yang mampu melarutkan P, antara lain Aspergillus sp, Penicillium sp, Pseudomonas sp, dan Bacillus megatherium. Mikroba yang berkemampuan tinggi melarutkan P, umumnya juga berkemampuan tinggi dalam melarutkan K (Yatno, 2012)..
Pengertian umum yang saat ini banyak dipakai untuk memahami organisme perombak bahan organik atau biodekomposer adalah organisme pengurai nitrogen dan karbon dari bahan organik (sisa-sisa organik dari jaringan tumbuhan atau hewan yang telah mati) yaitu bakteri, fungi, dan aktinomisetes. Perombak bahan organik terdiri atas perombak primer dan sekunder. Perombak primer adalah mesofauna perombak bahan organik, seperti Colembolla, Acarina yang berfungsi meremah-remah bahan organik menjadi berukuran lebih kecil. Cacing tanah memakan sisa-sisa remah tadi yang dikeluarkan menjadi feces setelah mengalami pencernaan dalam tubuh cacing. Perombak sekunder ialah mikroorganisme perombak bahan organik seperti Trichoderma reesei, T. harzianum, T. koningii, Phanerochaeta crysosporium, Cellulomonas, Pseudomonas, Thermospora, Aspergillus niger, A. terreus, Penicillium, dan Streptomyces. Adanya aktivitas fauna tanah, memudahkan mikroorganisme untuk memanfaatkan bahan organik, sehingga proses mineralisasi berjalan lebih cepat dan penyediaan hara bagi tanaman lebih baik. Umumnya kelompok fungi menunjukkan aktifitas biodekomposisi paling signifikan, dapat segera menjadikan bahan organik tanah terurai menjadi senyawa organik sederhana yang berfungsi sebagai penukar ion dasar yang menyimpan dan melepaskan nutrien di sekitar tanaman (Ibid, 2012).
Mikroorganisme perombak bahan organik merupakan aktifator biologis yang tumbuh alami atau sengaja diberikan untuk mempercepat pengomposan dan meningkatkan mutu kompos. Jumlah dan jenis mikroorganisme menentukan keberhasilan proses dekomposisi atau pengomposan. Proses dekomposisi bahan organik di alam tidak dilakukan oleh satu organisme monokultur tetapi dilakukan oleh kumpulan mikroorganisme. Penyajikan proses dekomposisi bahan organik dengan urutan sebagai berikut (Yatno, 2012) :
a.              Fase perombakan bahan organik segar, proses ini akan merubah ukuran bahan menjadi lebih kecil.
b.             Fase perombakan lanjutan, yang melibatkan kegiatan enzim mikroorganisme tanah (hidrolase, glukosidase, lignin peroksidase, manganese peroksidase dan lakase (Rendika Ferri Kurniawan, 2011). Fase ini dibagi lagi menjadi beberapa tahapan :
-       Tahapan awal: di cirikan oleh kehilangan secara cepat bahan-bahan yang mudah terdekomposisi sebagai akibat pemanfaatan bahan organik sebagai sumber karbon dan energi oleh mikroorganisme tanah, terutama bakteri. Dihasilkan sejumlah senyawa sampingan seperti : , , dan
-       Tahapan tengah: terbentuk senyawa organik tengahan/antara (intermediate products) dan biomasa baru sel organism.
-       Tahapan akhir: di cirikan oleh terjadinya dekomposisi secara berangsur bagian jaringan tanaman/hewan yang lebih resisten (misal lignin). Peran fungi dan Actinomycetes pada tahapan ini sangat dominan.
c.              Fase perombakan dan sintesis ulang senyawa-senyawa organik (humifikasi) yang akan membentuk humus.
d.             Hasil Fermentasi tersebut menghasilkan gula, alkohol, asam amino, asam laktat dan senyawa lainnya yang dapat diserap langsung oleh perakaran tanaman untuk metabolisme hidupnya (Yuniwati, 2012).
Sisa-sisa tanaman dan binatang mengalami perombakan dalam atau di atas tanah pada kondisi-kondisi yang berbeda. Kecepatan perombakan dan hasil-hasil akhir terbentuk bergantung kepada suhu, lengas, udara, bahan kimia dan mikrobia. Semakin tinggi suhu (hingga 40°C) akan semakin mempercepat perombakan. Ini merupakan salah satu alasan bahwa tanah atasan mempunyai kandungan bahan organik rendah. Lengas diperlukan untuk perombakan secara biologis, namun air yang berlebihan sangat menyebabkan kurang udara dan akibatnya akan memperlambat perombakan. Ketersediaan bahan-bahan kimia yang diperlukan sebagai zat hara (terutama N) bagi mikrobia menentukan kecepatan perombakan dan berpengaruh terhadap jenis humus yang dibentuk. Urutan perombakan komponen-komponen bahan organik tanah adalah (Yatno, 2012):
a.         Gula, pati, protein-protein yang larut air
b.         Protein kasar
c.         Hemiselulosa
d.        Selulosa
e.         Minyak, lemak, lignin, lilin
Proses perombakan bahan organik dapat berlangsung pada kondisi aerob dan anaerob. Pengomposan aerob merupakan proses pengomposan bahan organik dengan menggunakan oksigen. Hasil akhir dari pengomposan aerob merupakan produk metabolisme biologi berupa , , panas, unsur hara, dan sebagian humus. Pengomposan anaerob merupakan pengomposan tanpa menggunakan oksigen. Hasil akhir dari pengomposan anaerob terutama berupa  dan  dan sejumlah hasil antara; timbul bau busuk karena adanya  dan sulfur organik seperti merkaptan (Ibid, 2012).
Hasil-hasil sederhana yang dihasilkan dari aktivitas mikroba tanah adalah sebagai berikut (Yatno, 2012):
a.       Karbon : CO2, CO32-, HCO3-, CH4, karbon elementer
b.      Nitrogen :  ,  ,  , gas
c.       Sulfur : S, , , ,
d.      Fosfor : ,
e.       Lain-lain : , , , , , ,
Proses dekomposisi adalah suatu proses penguraian bahan organik yang berasal dari binatang dan tanaman secara fisik maupun kimia menjadi senyawa-senyawa anorganik sederhana yang dilakukan oleh berbagai mikroorganisme tanah, yang dapat memberikan hasil berupa hara mineral yang dapat secara langsung dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Prinsip pengomposan adalah menurunkan nilai rasio C/N bahan organik menjadi sama dengan rasio C/N tanah. Rasio C/N adalah hasil perbandingan antara karbon dan nitrogen yang terkandung didalam suatu bahan. Bahan organik yang memiliki rasio C/N sama dengan tanah memungkinkan bahan tersebut dapat diserap oleh tanaman (Adi, 2006.)
Selama proses pengomposan berlangsung, perubahan secara kualitatif dan kuantitatif terjadi. Pada tahap awal akibat perubahan lingkungan beberapa spesies flora menjadi aktif, makin berkembang dalam waktu yang cepat, dan kemudian hilang untuk memberikan kesempatan pada populasi lain untuk menggantikan. Selama dekomposisi intensif berlangsung, dihasilkan suhu yang cukup tinggi dalam waktu relatif pendek, dan bahan organik yang mudah terdekomposisi akan diubah menjadi senyawa lain. Selama tahap pematangan utama dan paska pematangan bahan yang agak sukar terdekomposisi menjadi terurai dan terbentuk ikatan kompleks lempung-humus. Hubungan antara kehidupan jasad renik dengan kehidupan tanaman sangat unik. Jasad renik yang tumbuh di sekitar tanaman akan menghasilkan unsur-unsur seperti mineral, vitamin, enzim, dan hormon yang dapat memberi manfaat untuk kesuburan tanaman (Adi, 2006).

Effective microorganism 4 (EM4) ditemukan pertama kali oleh Prof. Terou Higa dari Universitas Ryukyus Jepang. Larutan EM4 ini mengandung mikroorganisme fermentasi yang jumlahnya sangat banyak, sekitar 80 genus dan mikroorganisme tersebut dipilih yang dapat bekerja secara efektif dalam fermentasi bahan organik. Dari sekian banyak mikroorganisme, ada lima golongan pokok, yaitu bakteri fotosintetik, bakteri asam laktat, ragi atau yeast, actino mycetes sp, dan jamur fermentasi (Yuniwati, 2012)
Effective microorganism 4 (EM 4) adalah suatu kultur mikroorganisme yang dapat diaplikasikan sebagai inokulan untuk meningkatkan keragaman mikroorganisme tanah . EM 4 ini juga dapat digunakan sebagai starter untuk mempercepat proses dekomposisi bahan organik sehingga proses pengomposan dapat berlangsung lebih cepat. Selain itu EM4 juga mempunyai  manfaat antara lain (Yuniwati, 2012):
a.         Memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah.
b.         Menyediakan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman.
c.         Menyehatkan tanaman, meningkatkan produksi tanaman, dan menjaga kesetabilan produksi.
d.        Mempercepat proses pematangan buah.
e.         Menekan pertumbuhan mikroba yang menimbulkan penyakit dan memperbaiki efisiensi penggunaan bahan organik oleh tanaman.
f.          Menambah unsur hara tanah dengan cara disiramkan ke tanah,  tanaman atau disemprotkan ke daun tanaman.
g.         Mempercepat pembuatan kompos dari sampah organik atau kotoran hewan.
Berikut ini adalah fungsi masing-masing Mikroorganisme EM4 (Yuniwati, 2012).
a.       Bakteri Fotosintetis ( Rhodopseudomonas sp. )
-        Membentuk zat-zat yang bermanfaat bagi sekresi tumbuhan, bahan organik, dan gas berbahaya dengan menggunakan sinar matahari dan bumi sebagai sumber energi. Zat-zat bermanfaat itu antara lain asam amino, asam nukleik, zat-zat bioaktif, dan gula. Semuanya mempercepat pertumbuhan dan perkembangan tanaman
-        Meningkatkan pertmbuhan mikroorganisme lainnya yang tidak bersifat pathogen.
b.      Bakteri asam laktat (Lactobacillus spp.)
-       Menghasilkan asam laktat dari gula
-       Menekan pertumbuhan microorganism yang merugikan
-       Meningkatkana percepatan perombakan bahan-bahan organik
-       Dapat menghancurkan bahan-bahan organik seperti lignin dan selulosa , serta memfermentasikannya tanpa menimbulkan pengaruh-pengaruh merugikan yang diakibatkan oleh bahan-bahan organik yang tidak terurai.
c.       Ragi atau yeast (Saccharomyces spp.)
-       Membentuk zat anti bakteri dan bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman dari asam-asm amino dan gula yang dikeluarkan oleh bakteri fotosintesis.
-       Meningkatkan jumlah sel aktif dan perkembangan akar.
d.      Actinomycetes
-       Menghasilkan zat-zat anti mikroba dari asam amino yang dihasilkan oleh bakteri fotosintesis dan bahan organik
-       Menekan pertumbuhan jamur dan bakteri.
e.       Jamur fermentasi (Aspergillus dan Penicilium)
-       Menguraikan bahan organik secara cepat untu menghasilkan alkohol, ester, dan zat-za antimikroba.
-       Menghilangkan bau dan mencegah serangga dan ulat yang merugikan.
EM4 tidak berbahaya bagi lingkungan karena kultur EM4 tidak mengandung mikroorganisme yang secara genetika telah dimodifikasi. EM4 terbuat dari kultur campuran berbagai spesies mikroba yang terdapat dalam lingkungan alami. Sebelum di gunakan, EM4 perlu di aktifkan dahulu karena mikroorganisme di dalam larutan EM4 dalam keadaan tidak aktif (dorman). Pengaktifan mikroorganisme didalam didalam EM4 dapat dilakukan dengan cara memberikan air dan makanan (molasses).

Dalam Permentan No.2 tahun 2006, pupuk organik didefinisikan sebagai pupuk yang sebagian atau seluruhnya berasal dari dari tanaman dan atau hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan mensuplai bahan organik untuk memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Risnandar, 2011).
Pupuk organik mempunyai beragam jenis dan varian. Jenis-jenis pupuk organik dibedakan dari bahan baku, metode pembuatan dan wujudnya. Dari sisi bahan baku ada yang terbuat dari kotoran hewan, hijauan atau campuran keduanya. Dari metode pembuatan ada banyak ragam seperti kompos aerob, bokashi, dan lain sebagainya. Sedangakan dari sisi wujud ada yang berwujud serbuk, cair, granul ataupun berbentuk tablet (Ibid, 2011) .
Teknologi pupuk organik berkembang pesat dikarenakan dampak pemakaian pupuk kimia yang menimbulkan berbagai masalah, mulai dari rusaknya ekosistem, hilangnya kesuburan tanah, masalah kesehatan, sampai masalah ketergantungan petani terhadap pupuk. Oleh karena itu, pemakaian pupuk organik kembali digalakan untuk mengatasi berbagai masalah tersebut (Risnandar, 2011).
Seperti juga humus, pupuk organik berperan untuk menyediakan nutrisi bagi tanaman. Setidaknya ada lima manfaat, yakni sebagai sumber nutrisi, memperbaiki struktur fisik tanah, memperbaiki kimia tanah, meningkatkan daya simpan air dan meningkatkan aktivitas biologis tanah (Risnandar, 2011).
1.   Sumber nutrisi tanaman lengkap. 
Pupuk organik mengandung berbagai nutrisi penting yang dibutuhkan tanaman, baik yang sifatnya makro maupun mikro. Unsur makro yang dibutuhkan tanaman antara lain nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), sulfur (S), kalsium (Ca) dan magnesium (Mg). Sedangkan unsur mikro adalah besi (Fe), tembaga (Cu), seng (Zn), klor (CI), boron (B), molybdenum (Mo) dan Almunium (AI). Pupuk organik yang dibuat dengan bahan baku yang lengkap bisa mengandung semua kebutuhan unsur hara tersebut.
2.   Memperbaiki struktur tanah. 
Pupuk organik merupakan material yang mempunyai sifat unik. Bisa menggemburkan tanah lempung yang solid, namun disisi lain juga bisa merekatkan tanah berpasir yang gembur. Karena sifatnya ini, pupuk organik bisa memperbaiki tanah pasir maupun lempung. Pupuk organik dapat merekatkan butiran-butiran halus pasir sehingga tanah menjadi lebih solid. Sehingga tanah berpasir bisa menyimpan air. Sedangkan pada tanah liat yang didominasi oleh lempung, pupuk organik bisa memberikan pori-pori, sehingga tanah tersebut menjadi gembur.
3.   Meningkatkan kapasitas tukar kation.
Dilihat dari sifat kimiawi, pupuk organik mempunyai kemampuan meningkatkan kapasitas tukar kation. Kapasitas tukar kation adalah kemampuan tanah untuk meningkatkan interaksi antar ion-ion yang ada dalam tanah. Tanah yang memiliki kapaitas kation tinggi lebih mampu menyediakan unsur hara bagi tanaman dibanding tanah dengan kapasitas ion rendah. Kandungan material organik yang tinggi akan meningkatkan kapasitas tukar kation tanah.
4.   Meningkatkan daya simpan air. 
Struktur kompos sangat menyerap air (higroskopis). Air yang datang disimpan dalam pori-pori dan dikeluarkan saat tanaman membutuhkannya melalui akar. Keberadaan air ini mempertahankan kelembaban tanah sehingga tanaman dapat terhindar dari kekeringan.
5.      Meningkatkan aktivitas biologi tanah. 
Pupuk kompos mengandung mikroorganisme dekompomoser didalamnya. Mikroorganisme ini akan menambah mikroorganisme yang terdapat dalam tanah. Karena sifatnya yang melembabkan, suhu tanah menjadi ideal bagi tumbuh dan berkembang biota tanah. Aktivitas biota tanah ini yang menghasilkan sejumlah nutrisi penting agar bisa diserap tanaman secara efektif.

BAB III METODE PELAKSANAAN 

3.1.       Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam proses kulturisasi adalah pupuk cair yang  mengandung EM4, wadah kedap udara, air, bahan organik (dedak padi) dan bahan energi (gula merah). Untuk media tanam alat dan bahan yang digunakan adalah tanah dan polybag.

3.2.       Waktu dan Tempat

            Penelitian ini dilaksanakan di sekitar lokasi UPL (KOICA) Politeknik Kampar, yang mulai dilaksanakan pada tanggal 7 juli 2014 sampai 8 September 2014. Metode yang dilaksanakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen. Variable penelitian ini terdiri dari variable bebas antara lain EM4 Komersil dan EM4 Kulturisasi, sedangkan variabel terikat adalah pertumbuhan tanaman sawi.
            Data yang diambil adalah jumlah pelepah, lebar pelepah dan panjang pelepah. Pengukuran dilakukan seminggu sekali terhitung dari satu minggu setelah bibit sawi yang telah disemai ditanam di polybag.

3.3.       Metode penelitian

3.3.1 Rancangan percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu rancangan acak lengkap dengan tiga perlakuan. Ketiga perlakuan tersebut adalah sebagai berikut:
a.         Untuk P0 tanpa penambahan EM4 (tanaman kontrol)
b.         Untuk P1 menggunakan EM4 herbafarm
c.         Untuk P2 menggunakan EM4 hasil kulturisasi
Masing-masing perlakuan mempunyai 20 kali ulangan.



3.3.2 Parameter yang diamati
Parameter yang diamati pada tanaman adalah:
a.         Jumlah pelepah
b.         Panjang pelepah
c.         Lebar daun

3.3.3        Persiapan proses kulturisasi

Untuk melakukan proses kulturisasi ada 3 bahan yang harus disiapkan yaitu:

a.              Bahan organik

Bahan organik yang digunakan dalam penelitian ini adalah dedak padi. Dedak padi digunakan karena beberapa kelebihan yaitu mudah didapatan kandungan nutrisi yang cukup tinggi hingga diharapkan dapat mendukung perkembangbiakkan bakteri yang terdapat didalam pupuk cair organik.
b.             Bahan energi
Bahan energi yang digunakan yaitu   bahan yang memiliki nilai karbohidrat atau gula tinggi. Bahan energi berfungsi untuk mendukung kinerja bakteri EM4 dalam menguraikan bahan organik. Bahan energi yang digunakan berupa gula merah. Karena memiliki nilai gula tinggi.
c.              Bakteri EM4
Bibit bakteri yang digunakan didalam proses kulturisasi adalah bakteri EM4 yang terkandung didalam pupuk komersil.

3.3.4 Proses kulturisasi

Proses kulturisasi dapat dijelaskan melalui alur proses dibawah ini:
Gambar 3.1. Alur Proses kulturisasi

3.3.4   Pembuatan media tanam
a.    Polybag disiapkan dengan ukuran 15x30 cm
b.    Tanah diambil dari sekitar kampus (tanah berwarna kuning)
c.    Tanah yang diambil adalah tanah yang berada pada lapisan atas (topsoil).
d.   Tanah yang terkumpul dicampur dengan cara dibolak balik agar tanah dapat tercampur merata. Hal ini dilakuakan Agar keseimbngan unsur hara alami yang terdapat didalam tanah merata.
e.    Tanah yang telah dicampur lalu dimasukkan didalam polybag.


3.3.5   Penyapihan dan Pemeliharaan
Penyapihan dilakukan setelah di lakukan penyemaian  selama 10 hari. Benih yang telah dikecambahkan pada bak kecambah dipindahkan ke dalam polybag yang sebelumnya telah diisi media tanah. Penyiraman dilakukan setiap hari dengan jumlah air yang relatif sama untuk tiap polybag

3.3.6   Tahapan aplikasi
Polybag yang telah terisi tanah dipisahkan menjadi 3 bagian, yaitu perlakuan dengan EM4 kulturisasi, EM4komersil dan tanpa EM4 sebagai tanaman kontrol.  Tahapan aplikasi EM4 dilakukan seminggu sekali dimulai pada 1 minggu sebelum bibit sawi ditanam di polybag. Berikut dijelaskan tahapan aplikasi :
a.       Untuk P0 tanpa penambahan EM4 (tanaman kontrol)
b.      Untuk P1 menggunakan EM4 herbafarm
c.       Untuk P2 menggunakan EM4 hasil kulturisasi
Penyiraman EM 4 dilakukan semingu sekali dengan dosis 1 tutup herbafarm (10 ml)/5 liter air dengan dosis 200 ml per tanaman.

3.3.7 Pengukuran
Pengukuran pertumbuhan tanaman sawi dilakukan selama 4 minggu yang meliputi:
a.      Jumlah daun tanaman
Jumlah daun dihitung secara visual dengan menghitung jumlah daun sejati dari tanaman sampai bakal daun yang mulai mekar (tidak kuncup).
b.      Panjang dan lebar Daun
Daun yang diukur adalah daun yang terlihat panjang dan lebar pada tiap tanaman. Biasanya adalah daun muda yang beranjak tua. Untuk Panjang daun diukur mulai dari pangkal daun hingga ujung daun mengikuti tulang daun utama. Lebar daun diukur di mulai pada bagian tepi daun ke tepi daun selanjutnya. panjang dan lebar daun diukur tiap 1 minggu sekali. Pengukuran pertama dilakukan setelah 1 minggu benih ditanam dalam polybag.

BAB IV PEMBAHASAN


4.1         Proses Kulturisasi Bakteri EM4

            Dalam proses pembuatan EM4 Kulturisasi, tingkat kebersihan dan higienitas alat dan bahan sangat penting, hal ini untuk menghindari berkembang biaknya bakeri lain yang bersifat patoghen yang akan menghambat pertumbuhan bakteri yang kita harapkan. Proses higienitas bahan dan alat dilakukan dengan memanaskan alat dan bahan yang akan digunakan (kecuali EM4 komersil) pada air mendidih. Proses penambahan bakteri dilakukan setelah bahan yang telah dipanaskan memiliki suhu yang relatif sama dengan suhu ruang. Bakteri yang digunakan didalam proses kulturisasi ini adalah bakteri yang terdapat didalam pupuk cair komersil. Adapun kandungan bakteri yang terkandung didalam pupuk cair organik komersil adalah Azotobacter Sp, Azozpirillium Sp., Pseudomonas Sp., Aspergilus, Bacillus, Penicilium, Lactobacillus Sp., Pseudomonas Sp., dan Bakteri Selulotik.
Selain bakteri, di butuhkan juga bahan organik yang berfungsi sebagai media tumbuh bagi bakteri. Untuk proses kulturisasi ini bahan organik yang digunakan adalah dedak padi dimana dedak padi yang memiliki keunggulan  kaya akan  nutrisi, mudah didapat dan sudah berbentuk bubuk sehingga tidak memmerlukan proses penghalusan. Dedak padi sendiri  mengandung 62% selulosa dan 10.9 % hemiselulosa. Kandungan selulosa yang tinggi disebabkan karena dedak padi tersusun dari dinding sel yang tebal. Kandungan nutrisi dalam dedak padi cukup tinggi. Dedak padi mengandung 13.5 % protein, 1630 kkal/kg energi, 13 % lemak, 0.12 % serat kasar, 0.12 % Ca, 1.5 % phospor, 417.8 mg/kg Mn, 29.9 mg/kg Zn, 0.29 % methionin, 0.4 % sistine, 0.8 % lysin, 0.1 % tritofan, dan 1.4 % arginin (Adi , 2006).
Menyediakan bahan-bahan organik yang mengandung tinggi nutrisi maka diharapkan mikroorganisme  akan berkembangbiak secara optimal. Bahan organik yang telah mengalami proses penguraian akan menjadi senyawa-saenyawa organik dalam bentuk yang sederhana yang dapat langsung diserap oleh tanaman.
Proses kulturisasi dilakukan ditempat yang tidak terkena sinar matahari langsung dan menggunakan wadah yang kedap udara sehingga proses kulturisasi berlangsung secara optimal.  Keberhasilan proses kulturisasi dapat diketahui dalam 2 hari dimana telah terbentuk gas yang merupakan tanda bahwa bakteri mulai berkembang. Gas yang terbentuk mulai dikeluarkan pada hari kedua dengan membuka tutup wadah yang kita gunakan. Dan selanjutnya proses kulturisasi dilanjutkan sampai gas tidak terbentuk lagi.
Sebagian besar bakteri yang digunakan untuk proses kulturisasi adalah bakteri anaerobik yaitu bakteri yang bekerja mengurai bahan organik tanpa bantuan oksigen, gas terbentuk sebagai hasil dari penguraian bahan organik oleh mikroorganisme anaerobik.

4.2         Pengaruh Penggunaan EM4 Komersil dengan EM4 Kulturisasi terhadap Pertumbuhan Tanaman Sawi

Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh penggunaan EM4 Komersil dan Em4 Kulturisasi terhadap Pertumbuhan Tanaman Sawi diperoleh data meliputi jumlah daun, tinggi dan lebar daun dari tanaman sawi. Adapun hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini:
Tabel 4.1 Hasil Rata-rata Parameter Uji terhadap Tanaman sawi
Minggu
Parameter
Perlakuan
EM4 Komersil
EM4 Kulturisasi
Tanaman Kontrol
1
Jumlah daun
2
2
1
Panjang daun (cm)
4,475
4,85
3,46
Lebar daun (cm)
1,95
2,1
1,535
2
Jumlah daun
3
4
3
Panjang daun (cm)
9,725
10,95
6,92
Lebar daun (cm)
4,15
4,55
3,05
3
Jumlah daun
5
6
4
Panjang daun (cm)
15
16
11,775
Lebar daun (cm)
5,575
6,4
4,88
4
Jumlah daun
7
8
6
Panjang daun (cm)
17,75
19,55
15,075
Lebar daun (cm)
7,038
8
5,775

Tabel tersebut menjelaskan pengaruh penggunaan EM4 komersil, EM4 kulturisasi dan tanaman kontrol (tanpa penembahan EM4) terhadap pertumbuhan tanaman sawi. Tanaman kontrol adalah tanaman yang tidak diberi EM4 komersil maupun EM4 kulturisasi sehingga tanaman hanya mendapatnkan unsur hara alami yang berada didalam tanah.
Berdasarkan tabel tersebut, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan kualitas fisik tanaman pada masing-masing perlakuan. Di mana terlihat bahwa penggunaa EM4 kulturisasi lebih berpengaruh pada kualitas fisik tanaman jika dibandingan dengan EM4 komersil dan tanaman kontrol. Hal ini disebabkan karena meningkatnya keaktifan mikroorganisme didalam EM4 kulturisasi sehingga saat mikroorganisme berada ditanah maka mikroorganisme dapat langsung bekerja mengurai bahan organik dalam tanah hingga dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Selain itu di dalam EM4 terdapat unsur hara yang bermanfaat bagi tanaman, unsur hara tersebut adalah C-Organik : 6,93%, Nitrogen 2.24%, P2O5 1,91%, K2O 1,81%, Cobalt (Co) 0,74 ppm, Boron (Bo) 0,1 %, Molibden 0,26%
Adapun kualitas fisik yang diamati pada penelitian ini adalah:
a.      Jumlah Daun
Jumlah daun tanaman sawi adalah jumlah pelepah dari tanaman sawi. Jumlah daun dihitung mulai dari bawah hingga ke daun muda yang telah mekar. Perhitungan jumlah daun dilakuan seminggu sekali yang bertujuan untuk mengetahui peningkatan kenaikan jumlah daun tiap minggu. Penghitungan jumlah daun dilakukan dari minggu pertama setelah tanam sampai minggu ke-empat.  Adapaun hasil jumlah daun yang telah diperoleh dapat dilihat pada Gambar 4.1 :

      
Gambar 4.1 Grafik Fungsi Waktu Pertumbuhan Tanaman Sawi terhadap Pertumbuhan Jumlah Daun Sawi pada Variasi Penggunaan EM4.

Berdasarkan Gambar tersebut dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan jumlah daun pada tanaman yang menggunakan EM4 kulturisasi dengan rata-rata 2 daun/minggu. Pada minggu ke-4 jumlah rata-rata daun untuk penggunaan EM4 kulturisasi adalah 8 daun dan untuk penggunaan EM4 komersil berjumlah 7 sedangkan untuk tanaman kontrol memiliki rata-rata daun berjumlah 6 daun. Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa penggunaan EM4 kulturisasi memiliki pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan jumlah daun jika dibandingkan dengan tanaman kontrol (tanpa menggunakan EM4) dan  yang menggunakan EM4 komersil.
Perbedaan jumlah daun pada setiap perakuan dikarenakan penggunaan EM4 kulturisasi pada tanaman dapat memacu munculnya daun baru dikarenakan bakteri yang terkandung didalam EM4 kulturisasi masih dalam keadaan aktif hingga saat bakteri sudah berada ditanah bakteri dapat langsung bekerja mengurai bahan organik hingga hasil dari penguraian dapat langsung digunakan oleh tanaman untuk proses pembentukan daun baru. Kandungan nitrogen didalam EM4 komersil juga mempengaruhi penambahan jumlah daun pada tanaman sawi, nitrogen merupakan unsur utama bagi pertumbuhan tanaman sebab merupakan penyusun dari semua protein dan asam nukleik, dengan demikian merupakan penyusun protoplasma secara keseluruhan. Nitrogen diambil oleh tanaman dalam bentuk ammonium melalui enzim yang mengandung molidinum. Ion-ion ammonium dan beberapa karbohidrat mengalami sintesis dalam daun dan diubah menjadi asam amino, terutama terjadi didalam hijau daun. apabila unsur nitrogen yang tersedia lebih banyak dari pada unsur tumbuh lebih lebar, sebagai akibatnya maka fotosintesis lebih banyak. Kandungan unsur phospor juga berpengaruh untuk merangsang pertumbuhan daun baru, Unsur kalium berpengaruh untuk mengurangi agar daun tidak mudah rontok dan  memperkuat tanaman (Yulistyani,2012). Kandungan unsur hara didalam EM4 kulturisasi yatu memiiki unsur hara mikro dan makro namun dalam jumlah yang kecil yang diperoleh dari bahan organik yang digunakan sebagi media tumbuh bagi mikroorganisme.

b.                 Panjang daun
            Panjang daun merupakan salah satu kualitas fisik tanaman yang diamati selanjutnya pada penelitian ini. Daun yang diukur panjangnya adalah daun yang memiliki ukuran daun terpanjang. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan penggaris dengan satuan cm (centimeter). Pengukuran dilakukan mulai dari ketiak pelepah daun sampai ujung daun mengikuti tulang tengah daun. Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh grafik seperti Gambar 4.2 dibawah ini:

Gambar 4.2 Grafik Fungsi Waktu Pertumbuhan Tanaman Sawi terhadap Pertumbuhan Panjang Daun Sawi pada Variasi Penggunaan EM4.

Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa EM4 kulturisasi memiliki rata-rata panjang daun lebih tinggi jika dibandingkan dengan yang menggunkan EM4 komersil dan tanaman kontrol. Pada minggu ke-4 penggunaan EM4 kulturisasi memiliki panjang daun yaitu 19,55 cm,  untuk EM4 komersil memiliki panjang daun 17,75 cm dan untuk tanaman kontrol memiliki panjang daun 15,07 cm. Rata-rata kenaikan per-minggu untuk tiap perlakuan memiliki panjang daun 4,79 cm dengan penggunaan EM4 kulturisasi, 4,44 cm penggunaan EM4 komersil dan untuk tanaman kontrol yaitu 3,77 cm. Penggunaan EM4 kulturisasi pada tanaman sawi menunjukkan pengaruh nyata pada pertumbuhan panjang daun tanaman sawi, ini menunjukan bahwa bakteri yang terkandung didalam EM4 mampu mempercepat pertumbuhan panjang daun tanaman sawi. Kandungan unsur hara berupa nitrogen yang terkandung dildalam EM4 mampu meningkatkan proses fotosintesis hingga dapat memperpanjang daun, kandungan unsur phospor didalam EM4 dapat mempercepat pertumbuhan panjang daun. Kekurangan unsur phospor akan menghambat pertumbuhan tanaman. Unsur kalium dapat mempengaruhi panjang daun karena kalium berfungsi utuk proses metabolisme dalam tanaman, Unsur Kalium berperan sebagai pengatur proses fisiologi tanaman seperti fotosintetis, akumulasi, translokasi, transportasi karbohidrat, membuka menutupnya stomata, atau mengatur distribusi air dalam jaringan dan sel. Kekurangan unsur ini menyebabkan daun seperti terbakardan akhirnya gugur (Yulistiani,2012).
c.                  Lebar daun
Lebar daun merupakan parameter berikutnya yang diamati pada penelitian ini, lebar daun adalah bentang antara bagian tepi-tepi daun. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan penggaris dalam satuan centimeter (cm). pengukuran lebar daun dilakukan 1 minggu sekali. Daun dipilih dari tiap tanaman yang memiliki bentang lebar daun terlebar. Dari pengukuran lebar daun di dapat gambar seperti dilihat pada Gambar 4.3 dibawah ini:

Gambar 4.3 Grafik Fungsi Waktu Pertumbuhan Tanaman Sawi terhadap Pertumbuhan Lebar Daun  Sawi pada Variasi Penggunaan EM4.
Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa penggunaan EM4 kulturisasi memiliki lebar daun tertinggi jika dibandingkan dengan penggunaan EM4 komersil dan tanaman kontrol. Pada minggu ke-4 penggunaan EM4 kulturisasi memiliki lebar daun 8 cm, EM4 komersil 7,1 cm dan untuk tanaman kontrol memiliki lebar daun 5,8 cm. Untuk kenaikan rata-rata lebar daun tiap minggu didapat hasil bahwa penggunaan EM4 kulturisasi memiliki kenaikan 2 cm/minggu, untuk penggunaan EM4 komersil memiliki kenaikan 1,76 cm/minggu dan untuk tanaman kontrol memiliki kanaikan 1,4 cm/minggu. Dengan demikian penggunaan EM4 memiliki pengaruh yang nyata pada lebar daun tanaman sawi, namun penggunaan EM4 kultrisasi memiliki pengaruh yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan penggunaan EM4 komersil. Jumlah nitrogen yang diserap oleh tanaman mempengaruhi lebarnya daun. dengan kurangnya unsur nitrogen maka, tanaman akan cenderung kerdil dan tidak sehat (Yulistiani,2012).
Berdasarkan hasil penelitian, tanaman sawi dengan pemakaian EM4 kulturisasi memiliki jumlah daun, panjang daun, dan lebar daun yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan pemakaian EM4 komersil dan tanaman kontrol yang tanpa menggunaan EM4. Hal ini diakibatkan karena didalam EM4 kulturisasi terkandung mikroorganisme fermentasi yang masih dalam keadaan aktif, sehingga mikroorganisme dapat bekerja secara efektif dalam men-fermentasikan (mengubah) bahan organik yang sangat bermanfaat untuk memperbaiki sifat fisik kimia dan biologi tanah, menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman sawi, dan menyehatkan tanaman. EM4 kulturisasi saat disiramkan pada tanah sekitar tanaman maka mikroorganisme EM4 dapat langsung bekerja mengurai bahan organik yang terdapat ditanah sehingga hasil penguraian dapat langsung dimanfaatkan oleh tanaman.
Selain memiliki pengaruh yang nyata pada tanaman, penggunaan EM4 kulturisasi memiliki keuntungn tersendiri bagi petani yaitu nilai ekonomis yang diperoleh karena dapat meringkankan biaya yang dibutuhkan untuk kebutuhan pupuk lebih rendah dalam mencukupi kebuuhan EM4 dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan lahan yang luas.

BAB V PENUTUP 

5.1         KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di kawasan kampus Politeknik Kampar, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
a.              Proses pembuatan EM4 kulturisasi dapat menggunakan media dedak padi sebagai media tumbuh Karena memiliki kandungan nutrisi tinggi. Perbandingan bahan dalam pembuatan EM4 kulturisasi adalah 2,5 %  EM4, 2,5 % gula, 15% bahan organik dan 80% air. Keberhasilan proses kulturisasi ditandai dengan munculnya gelembung-gelembung gas didalam wadah.
b.             Berdasarkan pengujian tanaman sawi, kualitas fisik tanaman meningkat dengan menggunakan EM4 kulturisasi jika dibandingkan dengan EM4 komersil dan tanaman kontrol.

5.2         SARAN

Berdasarkan hasil penenilitian yang telah dilakukan, saran yang saya dapat sampaikan adalah sebaga berikut:.
a.              Untuk penelitian berikutnya dapat menggunakan media selain dedak padi sehingga dapat menjadi bahan rujukan lain bagi petani dalam pembuatan EM4 kulturisasi.
b.             Untuk penelitian selanjutnya dapat menggunakan tanaman buah sebagai tanaman yang diamati pertumbuhannya, agar didapat pengaruh yang dihasilkan  dengan penggunaan EM4 kulturisasi pada tanaman buah.

Artikel Aby Spacetion Lainnya :

Copyright © 2015 Aby Spacetion | Design by Bamz